Senin, 29 Oktober 2012

Lanjutan Puasa (Hikmah serta Filosofi Puasa)

BAB I
PENDAHULUAN

 Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.

Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam, shalawat dan salam selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad saw, juga atas segenap keluarga dan semua orang yang mengikuti petunjuknya.

Makalah ini disajikan kepada para pembaca, dengan memohon kepada Allah swt kiranya bermanfaat, mengulas sedikit tentang Lanjutan Puasa yang mencakup Puasa Sunnah, Puasa Haram, Hal-hal yang Membatalkan puasa, Hikmah puasa serta Filosofi Puasa.


BAB II
PEMBAHASAN

A. Puasa

1. Puasa Sunnah[1]

a. Hari Arafah bagi selain orang yang berhaji, yaitu pda tanggal 9 Dzulhijah. Nabi bersabda:

“Puasa hari Arafah itu menghapus dosa-dosa dua tahun setahun yang silam dan setahun yang akan datang. Dan puasa hari Asyura’ itu mengahpus dosa sebelumnya.” (HR. Muslim).

b. Puasa Tasu’a dan puasa Asyura’, yaitu tanggal 9 dan 10 bulan Muharram. Sebagaimana Nabi berpuasa pada hari Asyura’ dan memerintahkannya, beliau bersabda:

“Jika sampai tahun depan Insya Allah kita puasa Tasu’a.”

c. Puasa enam hari di bulan Syawwal. Rasulullah bersabda:

“Barangsiapa berpuasa di bulan Ramadhan dan meneruskannya enam hari di bulan Syawwal, maka ia seperti berpuasa sepanjang tahun”. ( HR. Muslim).

d. Puasa pada paruh pertama bulan Sya’ban. ‘Aisyah r.a berkata: “aku tidak pernah melihat Rasulullah saw berpuasa sebulan penuh kecuali di bulan ramadhan dan aku tidak pernah melihat beliau lebih banyak berpuasa kecuali di bulan Sya’ban.” (HR. Muslim).

e. Puasa sepuluh pertama bulan Dzulhijah. Rasulullah bersabda:

“Tidak ada hari-hari dimana amal shalih di dalamnya lebih dicintai Allah dari pada hari-hari ini –sepuluh pertama bulan Dzulhijah-. “para sahabat berkata: “Wahai Rasulullah, tidak pula jihad di jalan Allah?” Rasulullah bersabda: “Tidak pula jihad di jala Allah melainkan seseorang keluar dari dirinya dan hartanya, kemudian tidak ada sedikitpun dari padanya yang kembali.” (Mutafaqqun ‘Alaih).

f. Puasa bulan Muharram. Nabi ditanya sahabat tentang puasa apa yang lebih baik setelah bulan ramadhan. Nabi bersabda:

“Bulan Allah yang kalian namakan Muharram.” (HR. Bukhari).

g. Puasa hari-hari putih dalam setiap bulan, yaitu tanggal 13, 14, 15 setiap bulan Hijriyah. Rasulullah bersabda:

“Puasa hari-hari tersebut (hari putih) seperti berpuasa sepanjang tahun.” (HR. Nasa’i dan Ibnu Hibban men-shahih-kan ini).

h. Puasa hari Senin dan Kamis. Rasulullah bersabda:

“Sesungguhnya amal perbuatan diperlihatkan pada setiap hari Senindan Kamis, kemudian Allah mengampuni setiap orang Muslim atau Mukmin kecuali dua yang saling mendiamkan. Allah berfirman : “Tundalah pengampunan terhadap keduanya.” (HR. Ahmad dan sanad hadist ini hasan).

i. Puasa sehari dan tidak puasa sehari. Rasulullah bersabda:

“Puasa yang paling dicintai Allah ialah puasa Daud…” (Mutafaqqun ‘Alaih).

j. Puasa bagi bujangan yang belum mampu menikah. Nabi bersabda:

“…barangsiapa yang tidak mampu menikah, hendaklah ia berpuasa, karena berpuasa adalah wija’ (mengendurkan gejolak syahwat) baginya.” (HR. Bukhari).

2. Puasa Haram

a. Puasa dua hari raya (idul fitri dan idul adha). “Dua hari yang dilarang Rasulullah untuk berpuasa yaitu hari kalian berbuka dari puasa kalian, dan hari dimana kalian memakan hewan kurban kalian.” (HR. Muslim).

b. Puasa pada hari Tasyriq, yaitu tiga hari berturut-turut setelah hari raya adha. Rasululah bersabda:

“Janganlah kalian berpuasa pada hari ini, karena ia merupakan hari makan-minum dan mengingat Allah ‘Azza wa Jalla “ (HR. Ahmad dengan isnad hasan).[2]

c. Puasa ketika menjalani haid dan nifas bagi wanita, karena ijma’ ulama menegaskan tentang hal ini. Rasulullah bersabda:

“Bukankah jika wanita menjalani haid itu tidak shalat dan tidak puasa.? Itulah bentuk kekurangan dalam agamanya.” (HR. Bukhari).

d. Puasa orang yang sakit dikhawatirkan meninggal dunia karena puasanya.[3] Allah swt berfirman:

“Dan janganlah kalian membunuh diri kalian, sesungguhnya Allah Maha Penyayang pada kalian.” (Q.S An-Nisa’: 29)

e. Puasa mengkhususkan pada hari Jum’at. Nabi bersabda:

“Sesungguhnya hari Jum’at itu merupaka hari raya kalian, maka janganlah kalian puasa di dalamnya, kecuali kalian berpuasa di hari sebelumnya atau sesudahnya.” (HR. Bazzar dengan sanad yang baik)[4]

f. Puasa Wishal, yaitu meneruskan puasa selama dua hari atau lebih tanpa berbuka. Nabi bersabda:

“Tinggalkanlah dari kaliah puasa wishal.” (Mutafaqqun ‘Alaih).

g. Puasa pada hari yang diragukan. Yaitu pda tanggal 30 Sya’ban, karena Rasulullah bersabda:

“Baragsiapa berpuasa pada hari yang diragukan, sungguh ia telah durhaka kepada Abu Al-Qashim (Rasulullah saw).” (HR. Ash-Habus Sunan)[5]

h. Puasa sepanjang tahun tanpa berbuka. Nabi bersabda:

“Tidaklah berpuasa orang yang berpuasa selama-lamanya.” (HR. Muslim).

i. Puasa istri tanpa izin suaminya, padahal suaminya ada di tempat (rumah). Nabi bersabda:

“Janganlah istri berpuasa satu hari saja, sedang suaminya berada di rumah melainkan dengan izinnya, kecuali puasa Ramadhan.” (Mutafaqun ‘Alaih).

B. Hal-hal yang Membatalkan Puasa

1. Masuknya sesuatu kedalam perut melalui manapun dengan disengaja.

2. Keluarnya air mani dengan sengaja

3. Muntah dengan sengaja

4. Melakukan hubungan suami-istri

5. Dipaksa makan, minum dan hubungan suami-istri

6. Haidh dan nifas

7. Murtad dari Islam. Allah berfirman:

“Jika kamu mempersekutuan (Rabb), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orng-orng yang merugi.” (Q.S Az-Zuma: 65).

Semua pembatal diatas membatalkan puasa dan wajib penggantian puasa. Hanya saja tidak ada kafarat[6] di dalamnya, sebab kafarat tidak diwajibkan kecuali terhadap dua pembatal, yaitu:

1. Jima’ (melakukan hubungan suami-istri).

2. Makan dan minum tanpa udzur yang diperbolehkan.

C. Hikmah Puasa[7]

· Hikmah dari segi spiritual:

1. Membiasakan orang yang berpuasa untuk bersabar

2. Menguatkan kesabarannya

3. Mengajarkan dan membantu pengendalian diri,

4. Memunculkan sifat takwa dalam diri.

· Hikmah dari segi sosial:

1. Membiasakan umat Islam teratur

2. Bersatu,

3. Akhlak berbuat baik,

4. Melindungi masyarakat dari keburukan dan kerusakan

· Himah dari segi kesehatan:

1. Membersihkan usus-usus

2. Memperbaiki lambung,

3. Membersihkan badan dari kotoran-kotoran,

4. Meringankan badan dari himpitan kegemukan. Rasulullah bersabda:

“Puasalah kalian, niscaya kalian sehat.” (HR. Ibnu As-Sunni dan Abu Nu’aim. As-Suyuthi meng-hasan-kan hadist ini).

D. Filosofi Puasa

Tradisi puasa jauh sebelum diwajibkan untuk umat Islam, telah dilaksanakan oleh beberapa Nabi terdahulu, walaupun dengan model dan format yang berbeda, tetapi secara substansial memiliki kesamaan dengan kewajiban puasa dalam Islam, agar manusia “bertakwa”, dalam pengertian universalnya. Menjadikan puasa sebagai yang tersebut diatas, harus dilakukan dengan pemahaman yang mendalam tentang hakikat puasa itu sendiri. Puasa selanjutnya harus dipahami sebagai upaya membentuk keshalehan individual dan keshalehan sosial, berdasarkan konsep kesadaran ketuhanan yang menjadi tujuan utama puasa, terlepas dari dampak fisiologis-jasmaniah puasa.

Dengan berpuasa, melalui pemaknaan essensial terhadapnya, manusia diharapkan dapat merefleksikan kondisi real penderitaan kaum miskin dan orang-orang mustadz’ifin dalam perjumpaan mereka dengan realitas ke dalam mainstream individual, merasakan penderitaan mereka untuk kemudian mengkonstruksikan sebuah komitmen moral, bahwa sungguh kemiskinan adalah musuh objektif kemanusiaan.

Puasa adalah suatu upaya akhlak engineering menuju terbentuknya sebuah kesadaran ketuhanan (god consciousness).Jika demikian halnya, maka berpuasa dapat dijadikan sebagai solusi alternative untuk mewujudkan masyarakat yang berperadaban damai dengan karakter humanis.[8]

DAFTAR PUSTAKA

Jabir Al-Jazairi, Abu Bakar. 2007. Ensiklopedi Muslim. Jakarta Timur: Darul Falah

Rasyid, Sulaiman. 1955. Fiqh Islam. Jakarta: At-Tahirijah

Sabiq, Sayyid. 1982. Fikih Sunnah 3. Bandung: PT Al-Ma’arif

Thalib, Muhammad. 2005. 120 Amaliah Sunnah dan Pahalanya. Solo: YPIA Al-Mukmin


__________________________
[1] Lihat Ensiklopedi Muslim bab puasa-puasa yang disunnahkan.

[2] Lihat Fikih Sunnah(3/188/184).

[3] Lihat Ensiklopedi Muslim bab puasa-puasa yang diharamkan.

[4] Lihat Fikih Sunnah(3/190/187).

[5] Idem(3/193/191).

[6] Kafarat ialah sesuatu yang menghapus dosa karena tidak taat kepada pembuat syari’at (Allah ‘Azza wa Jalla).

[7] Lihat Ensiklopedi Muslim bab hikmah puasa.

Tidak ada komentar: