Minggu, 10 Maret 2013

MASYARAKAT DALAM PERSPEKTIF ISLAM

Makalah ini disusun guna memenuhi tugas Filsafat Pendidikan Islam

Dosen Pengampu :

Dr. Toto Suharto, S.Ag., M.Ag

Disusun Oleh

Muhammad Luthfie Ramadhani

113111240

FAKULTAS TARBIYAH DAN BAHASA

JURUSAN TARBIYAH

PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SURAKARTA

2013















                 BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
Selain sebagai makhluk individual, manusia juga sebagai  makhluk sosial. Sebagai makluk sosial, manusia membutuhkan teman untuk bergaul untuk menyatakan suka dan duka, dan memenuhi berbagai kebutuhan lainnya yang bersifat kolektif.
Sebagai makhluk sosial, manusia mau tidak mau harus berinteraksi dengan manusia lainnya, dan membutuhkan lingkungan dimana ia berada. Ia menginginkan adanya lingkungan sosial yang ramah, peduli, santun, saling menjaga dan menyayangi, bantu membantu, taat pada aturan, tertib, disiplin, menghargai hak-hak manusia dan lain sebagainya. Lingkungan yang demikian itulah yang memungkinkan ia dapat melakukan berbagai aktifitasnya dengan tenang, tanpa terganggu oleh berbagai hal yang dapat merugikan dirinya.
Keinginan untuk mewujudkan lingkungan yang demikian itu mendorong  perlunya membina masyarakat yang berpendidikan, beriman, dan bertaqwa kepada Tuhan. Karena di dalam masyarakat yang demikian itulah akan tercipta lingkungan dimana berbagai aturan dan perundang-undangan dapat ditegakkan.
Al-Quran sebagai sumber ajaran Islam telah memberikan perhatian yang besar terhadap perlunya pembinaan masyarakat.

B.  Rumusan Masalah
Adapun rumusan permasalahan yang akan kami bahas yaitu:
1.      Apa pengertian masyarakat dan masyarakat Islam?
2.      Apa dasar yang menjadi pembentukan masyarakat Islam?
3.      Bagaimana karakteristik masyarakat Islam?
4.      Apa hubungan masyarakat Islam dengan pendidikan Islam?





BAB II
PEMBAHASAN

A.    Hakikat Masyarakat
1.      Pengertian Masyarakat
Secara bahasa, kata ’’masyarakat’’berasal dari bahasa Arab ’’syarikat’’ yaitupembentukan suatu kelompok atau golongan atau kumpulan. Dalam bahasa Inggris, pergaulan hidup disebut ’’social’’ (sosial), hal ini ditujukan dalam pergaulan hidup kelompok manusia terutama dalam kelompok kehidupan masyarakat teratur.
Dalam al-Qur’an ada beberapa istilah yang digunakan dalam menjelaskan makna masyarakat, yaitu kataummah dan qoum. Didalam al-Qur’an terdapat 49 kata ummah yang memiliki makna, yaitu:[1][1]
1)      Kelompok yang menyuruh kepada kebaikan dan mencegah dari kemungkaran (QS. Ali Imran: 104)
2)      Kaum (QS. Hud: 8)
3)      Jalan, cara atau gaya hidup (QS. Az-zukhruf: 22)
Secara umum, masyarakat adalah sekelompok orang/ manusia yang hidup bersama yang mempunyai tempat/ daerah tertentu untuk jangka waktu yang lama dimana masing-masing anggotanya saling berinteraksi. Interaksi yang dimaksudkan berkaitan dengan sikap, tingkah laku dan perbuatan. Segala tingkah laku dan perbuatan tersebut diatur dalam suatu tata tertib/ undang-undang/ peraturan tertentu yang disebut hukum adat.[2]
Menurut Murthadha Muthahhari, masyarakat adalah kelompok-kelompok manusia yang terkait oleh sistem-sistem, adat istiadat, ritus-ritus serta hukum- hukum khas, dan yang hidup bersama-sama dalam wilayah tertentu, iklim dan bahan makanan yang sama.[3]
Menurut Selo Sumardjan dikutip oleh Soerjono Soekanto, masyarakat adalah orang-orang yang hidup bersama-sama yang menghasilkan sebuah kebudayaan.[4]
Maka dapat kami simpulkan bahwa masyarakat adalah sekelompok manusia yang telah cukup lama tinggal di suatu tempat atau didaerah tertentu dengan mempunyai aturan tertentu tentang tata cara hidup mereka menuju satu tujuan yang sama dengan menghasilkan sebuah kebudayaan. Dengan demikian rumusan tentang masyarakat yaitu:
1)      Adanya sekelompok manusia.
2)      Adanya peraturan atau undang-undang yang mengatur mereka.
3)      Bertempat tinggal didaerah tertentu dan telah berjalan cukup lama.
4)      Adanya kebudayaan atau adat istiadat setempat.

2.      Pengertian Masyarakat Islam
Menurut Muhammad Quthb, bahwa masyarakat Islam adalah suatu masyarakat yang segala sesuatunya bertitik tolak ukur dari Islam dan tunduk pada sistematika Islam. Berangkat dari hal tersebut diatas, maka suatu masyarakat yang tidak diliputi oleh suasana Islam, corak Islam, bobot Islam, prinsip Islam, syariat dan aturan Islam serta berakhlak Islam, bukan termasuk masyarakat Islam.
Masyarakat Islam bukan hanya sekedar masyarakat yang beranggotakan orang Islam, tetapi sementara syariat Islam tidak ditegakkan diatasnya, meskipun mereka shalat, puasa, zakat dan haji. Atas dasar itulah, masyarakat Islam harus menjadikan segala aspek hidupnya prinsip-prinsip, amal perbuatannya, nilai hidupnya, jiwa dan raganya, hidup dan matinya harus terpancar dari sistem Islam.
 Oleh karena itu, kekuasaan yang mengatur kehidupan manusia haruslah kekuasaan yang mengatur adanya manusia itu sendiri. Manusia dalam hal ini harus menjadikan syariat Allah sebagai penguasa tunggal dari seluruh aspek kehidupannya dengan demikian, tetaplah Allah saja yang mempunyai kekuasaan tertinggi, sehingga masyarakat islam senantiasa diperintah dan diatur oleh pola syariat-Nya.
Dalam pandangan Mohammad Quthb bahwa masyarakat Islam adalah masyarakat yang berbeda dengan masyarakat lain. Letak perbedaanya yaitu, peraturan-peraturannya khusus, undang-undangnya yang Qurani, anggota-anggotanya yang beraqidah satu, aqidah Islamiyah dan berkiblat satu.[5]

B.  Dasar Pembentukan Masyarakat Islam
Menurut Mustafa Abdul Wahid yang dikutip oleh Ramayulis dan Samsul Nizar, bahwa dasar-dasar pembentukan masyarakat Islam adalah:[6]
1.      Persaudaraan
Masyarakat yang dibina atas dasar persaudaraan yang menyeluruh, dan diikat oleh kesatuan keyakinan yaitu Tidak ada tuhan yang disembah melainkan Allah dan Muhammad adalah Rasulnya. Masayrakat Islam bersifat universal dan tidak terikat oleh perbedaan bangsa atau bahasa, atau pun kulit warna. Allah berfirman:
إِنَّمَاٱلۡمُؤۡمِنُونَ إِخۡوَةٞ فَأَصۡلِحُواْ بَيۡنَ أَخَوَيۡكُمۡۚ... ١٠
Artinya:Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu.. (QS. Al-hujurat: 10)
Persaudaraan model Islam ini berbeda dengan persaudaraan Arab di zaman jahiliyah yang berdasarkan “ashobiyah” atau kabilah tertentu. Persaudaraan dalam Islam memiliki makna yang luas yaitu persaudaraan yang tidak terbatas pada seketurunan, tapi meliputi seluruh manusia yang sama akidahnya.
2.      Kasih Sayang
Masyarakat Islam dibina atas dasar rasa kasih sayang antara satu sama lain. Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah saw yang mengatakan bahwa “tidak sempurna iman seorang muslim sebelum mencintai saudaranya seperti mencintai dirinya sendiri.
3.      Persamaan
Masyarakat Islam mempunyai hak dan kewajiban yang sama, adapun yang meembedakannya hanyalah fungsinya masing-masing dalam masyarakat. Ada orang yang menjadi pemimpin dan ada yang dipimpin. Tidak ada perbedaan dihadapan Allah.
4.      Kebebasan
Masyarakat Islam dibina untuk mempunyai kebebasan atau kemerdekaan. Hal ini merupakan hak asasi setiap manusia. Dalam agama Islam tak ada paksaan dalam beragama (la ikraaha fid-diin). Hal ini bukan berarti orang Islam bebas tidak beragama. Umat Islam dituntut agar melaksanakan ajaran agamanya dengan baik dan benar.
5.      Keadilan Sosial
Masyarakat Islam dibina atas dasar keberadilan sosial, yaitu keadilan yang merata bagi seluruh ummat. Islam sangat menekankan keadilan, yaitu meletakkan sesuatu pada proporsi yang semestinya sesuai dengan aturan Ilahi. Allah menganjurkan agar setiap muslim berlaku adil walaupun terhadap dirinya sendiri. Keadilan dalam Islam meliputi hal-hal yang bersifat material  dan spiritual.
Menurut Quraish Shihab, dasar pembentukan masyarakat Islam antara lain:[7]
1.      Manusia adalah makhluk sosial yang secara fitrah ingin bersama dan membutuhkan orang lain sepanjang hidupnya. Kata ‘alaq  dalam surah al-‘Alaq bukan hanya bermakna segumpal darah atau sesuatu yang menempel di dinding rahim, tetapi juga dipahami sebagai diciptakan dinding dalam keadaan tergantung pada pihak lain atau tidak dapat hidup sendiri.
2.      Manusia saling membutuhkan satu sama lain.. manusia berbeda kecerdasannya, kemampuannya, status sosialnya dan perbedaan lainnya.
Dengan dasar di atas, Rasulullah saw mampu membina ummatnya secara bijaksana. Bahkan, beliau mampu memberi contoh keteladanan dalam semua aspek kehidupan. Dengan pendekatan tersebut, menjadikan kepemimpinannya sukses dalam mengantarkan umat sebagai masyarakat yang madani.
Dari apa yang dikemukakan di atas, dapat disimpulkan bahwa dasar pembentukan masyarakat Islam adalah sudah merupakan ciptaan Allah, dan manusia itu memang diciptakan Allah saling membutuhkan satu dengan yang lainnya. Lagipula dalam Islam semua anggota masyarakat sebagai orang mukmin itu adalah bersaudara.

C.  Karakteristik Masyarakat Islam
Karakteristik umum masyarakat Islam, terdapat dalam surah ali Imran: 110, yaitu:
كُنتُمۡ خَيۡرَ أُمَّةٍ أُخۡرِجَتۡ لِلنَّاسِ تَأۡمُرُونَ بِٱلۡمَعۡرُوفِ وَتَنۡهَوۡنَ عَنِ ٱلۡمُنكَرِ وَتُؤۡمِنُونَ بِٱللَّهِۗ ١١٠
Arti: Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma´ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah..
1.      Beriman
Masyarakat Islam menurut al-Quran adalah sebuah masyarakat yang ditopang oleh keimanan yang kokoh kepada Allah Swt. Dasar iman membuahkan taqwa, rasa aman dan damai di hati, juga dapat mendidik manusia untuk melakukan amal shaleh.
2.      Amar Ma’ruf dan Nahi Munkar
Kata ma’ruf diartikan sebagai sesuatu yang diketahui, yang dikenal, atau yang diakui. Dalam ayat tersebut keimanan kepada Allah diletakkan dalam urutan yang ketiga dari syarat-syarat masyarakat Islam, salah satu penjelasannya sebagaimana disampaikan al-Maraghi, bahwaamar ma’ruf dan nahi munkar merupakan pintu keimanan dan yang memilihara keimanan tersebut pada umumnya pintu itu posisinya berada di depan.


C. Karakteristik khusus masyarakat Islam, yaitu:
1.      Musyawarah
Allah swt, berfirman dalam surah Ali Imran: 159, yaitu:
فَبِمَا رَحۡمَةٖ مِّنَ ٱللَّهِ لِنتَ لَهُمۡۖ وَلَوۡ كُنتَ فَظًّا غَلِيظَ ٱلۡقَلۡبِ لَٱنفَضُّواْ مِنۡ حَوۡلِكَۖ فَٱعۡفُ عَنۡهُمۡ وَٱسۡتَغۡفِرۡ لَهُمۡ وَشَاوِرۡهُمۡ فِي ٱلۡأَمۡرِۖ…… ١٥٩
Arti: Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu…..…
Kata musyawarah pada dasarnya digunakan untuk hal-hal yang baik saja. Setiap individu maupun kelompok bebas memberi pendapat, mengakui hak orang lain untuk memberi pendapat dan kewajiban mendengar pendapat orang lain.
2.      Keadilan
Dalam hal ini, adil dapat diartikan menjaga keseimbangan dalam masyarakat, artinya keadilan adalah segala sesuatu yang dapat melahirkan kemaslahatan bagi masyarakat atau menjaga dan memeliharanya dalam bentuk lebih baik sehinggan masyarakat mendapatkan kemajuan
3.      Persaudaraan
Ciri khusus masyarakat yang diidealkan al-Quran adalah masyarakat yang anggota warganya sepenuhnya selalu menjalin persaudaraan. Persaudaraan tidak akan terwujud apabila tidak ada rasa mencintai dan bekerja sama. Setiap anggota masyarakat yang tidak diikat oleh ikatan kerja sama dan kasih sayang serta persatuan yang sesungguhnya, tidak mungkin dapat bersatu untuk mencapai tujuan bersama.
4.      Toleransi
Sika toleransi dimulai dengan cara membangun kebersamaan dan keharmonisan dan menyadari adanya perbedaan. Dan menyadarii pula bahwa kita semua adalah bersaudara. Maka akan timbul rasa kasih dan sayang, saling pengertian dan pada akhirnya akan bermuara pada sikap toleran.

Karakteristik masyarakat Islam juga digambarkan Allah swt. Diantaranya pada surah al-Hujurat: 11-12 yaitu:
يَٰٓأَيُّهَاٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لَا يَسۡخَرۡ قَوۡمٞ مِّن قَوۡمٍ عَسَىٰٓ أَن يَكُونُواْ خَيۡرٗا مِّنۡهُمۡ وَلَا نِسَآءٞ مِّن نِّسَآءٍ عَسَىٰٓ أَن يَكُنَّ خَيۡرٗا مِّنۡهُنَّۖ وَلَا تَلۡمِزُوٓاْ أَنفُسَكُمۡ وَلَا تَنَابَزُواْ بِٱلۡأَلۡقَٰبِۖ بِئۡسَ ٱلِٱسۡمُ ٱلۡفُسُوقُ بَعۡدَ ٱلۡإِيمَٰنِۚ وَمَن لَّمۡ يَتُبۡ فَأُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلظَّٰلِمُونَ ١١يَٰٓأَيُّهَاٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱجۡتَنِبُواْ كَثِيرٗا مِّنَ ٱلظَّنِّ إِنَّ بَعۡضَ ٱلظَّنِّ إِثۡمٞۖ وَ لَا تَجَسَّسُواْ وَلَا يَغۡتَب بَّعۡضُكُم بَعۡضًاۚ أَيُحِبُّ أَحَدُكُمۡ أَن يَأۡكُلَ لَحۡمَ أَخِيهِ مَيۡتٗا فَكَرِهۡتُمُوهُۚ وَٱتَّقُواْٱللَّهَۚ إِنَّٱللَّهَ تَوَّابٞ رَّحِيمٞ ١٢
Arti:11. Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim
12. Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang
Dari paparan ayat di atas, dapat disimpulkan bahwa masyarakat Islam harus memiliki ciri-ciri atau sifat-sifat yang terdapat pada ayat diatas, yaitu:[8]
1.      Tidak menganggap remeh komunitas lain
2.      Tidak mengejek diri sendiri
3.      Tidak memanggil seseorang dengan gelar-gelar yang buruk
4.      Tidak mencari-cari kesalahan orang lain
5.      Tidak menghibah
6.      Tidak berprasangka buruk terhadap orang lain.

Karakteristik masyarakat yang diinginkan Islam terlihat dari dua buah Piagam Madinah dan Deklarasi Kairo[9]
1.      Piagam Madinah
Konsesepsi dasar yang tertuang dalam piagam Madinah merupakan pernyataan atau kesepakatan masyarakat Madinah untuk melindungi dan menjamin hak-hak sesama masyarakat tanpa melihat latar belakang suku dan agama. Piagam Madinah (Mitsaqul Madinah) yang dideklarasikan oleh Rasulullah saw, tahun 622 M, merupakan kesepakatan-kesepakatan  tentang aturan yang berlaku bagi masyarakat Madinah.
Terdapat dua landasan pokok dalam Piagam Madinah, yaitu
a)      Semua pemeluk Islam adalahsatu umat walaupun mereka berbeda suku dan bangsa.
b)      Hubungan antara komunitas Muslim dan Non-Muslim didasarkan pada prinsip-prinsip:
1)      Berintegrasi secara baik dengan sesama tetangga
2)      Saling membantu dalam menghadapi musuh bersama
3)      Membela mereka yang teraniaya
4)      Saling menasehati
5)      Menghormati kebebasan beragama
Menurut Muhammad Syafii Antonio bahwa Piagam Madinah merupakan dokumen politik setebal 47 pasal yang diletakkan nabi Muhammad saw, sejak 14 abad silam. Piagam tersebut menetapkan prinsip-prinsip konstitusi negara modern, seperti kebebasan beragama, kebebasan menyatakan pendapat, perlindungan terhadap harta dan jiwa anggota masyarakat, dan larangan orang melakukan kejahatan. Piagam itu membukakan pintu baru dalam kehidupan politik dan peradaban pada masa itu.[10]
2.      Deklarasi Kairo (Cairo Declaration)
Dalam pandangan negara-negara Islam, HAM Barat tidak sesuai dengan ajaran Islam yang telah ditetapkan Allah swt. Karenanya negara-negara Islam yang tergabung dalam Organization of the Islamic Conference (OIC/OKI) pada tanggal 5 Agustus 1990 mengeluarkan deklarasi tentang kemanusiaan sesuai syariat Islam.
Deklarasi Kairo memuat 15 pasal yang kesemuanya berdasarkan ayat alQur’an. Seperti pasal 1 mengenai hak Persamaan dan Kebebasan berdasarkan surah al-Isra’: 70, surah an-Nisa’: 58, 105, 107, 135, surah al-Mumtahanah: 8, begitupun 14 pasal lainnya.

D.  Hubungan Masyarakat dengan Pendidikan Islam
Pendidikan adalah aktifitas khas masyarakat. Ia hanya ada dan berlangsung dalam lingkungan masyarakat manusia. Di satu sisi, pendidikan merupakan yang secara inheren telah melekat dalam tugas kemanusiaan manusia. Di sisi lain, pendidikan juga merupakan sarana atau instrument untuk membentuk dan mewujudkan tatanan masyarakat ideal yang di cita-citakan Islam. Karenanya, masyarakat tidak bisa dipisahkan, dan sebaliknya, pendidikan juga tidak bisa di pisahkan dari masyarakat.
Oleh karena itu, tugas-tugas edukatif yang harus dilaksanakan masayarakat antara adalah:[11]
1.      Mengarahkan diri dan semua anggota masyarakat untuk bertauhid dan bertaqwa kepada Allah swt. (QS. 23: 52)
2.      Masyarakat berkewajiban men-ta’lim, men-ta’dib dan men-tarbiyahkan syariat Allah swt, sebagaimana dilakukan oleh para Nabi dan Rasul. Diantara muatan yang harus dididikkan tersebut adalah agar membacakan ayat-ayat Allah (QS. 13:30), menyeru agar manusia menyembah Allah dan menjauhi thagut (QS. 16: 36), memberi putusan yang adil (QS. 10: 47), membawa berita gembira dan memberi peringatan (QS. 35: 24), dan menjadi saksi bagi sesama ummat (QS. 16: 84 dan 89, QS. 28: 75).
3.      Masyarakat berkewajiban saling menyeru ke jalan Allah dan menganjurkan kepada yang ma’ruf dan mencegah kemungkaran.
4.      Masyarakat harus mendidik sesamanya untuk selalu berlomba-lomba dalam meletakkan kebajikan, sebab diantara rahasia mengapa Allah swt, menjadikan manusia itu berkelompok-kelompok, tidak satu ummat saja adalah untuk menguji dan melihat bagaimana manusia berkompetisi dalam melakukan kebajikan.
5.      Masyarakat berkewajiban membagi rahmat Allah swt, atau berkorban untuk sesamanya, karena sesungguhnya Allah swt, telah mensyariatkan hal-hal yang demikian.
6.      Masyarakat harus menegakkan sikap adil agar mereka bisa menjadi saksi terhadap perbuatan sesamanya, sebagaimana Rasul diutus Allah swt, untuk menjadi saksi atas perbuatan yang mereka lakukan.
7.      Masyarakat berkewajiban mendidikkan tanggung jawab pada setiap warganya, sebab mereka hanya hidup dalam suatu rentang waktu. Suatu saat ajal akan menjemput tanpa dapat diundur atau dimajukan. Akan ada masa dimana setiap ummat akan melihat buku catatan amalnya dan menerima balasan terhadap segala sesuatu yang telah dikerjakan.

Adapun hubungan fungsi pendidikan Islam terhadap masyarakat adalah untuk memperbaiki (ishlah) kehidupan masyarakat yang meliputi:[12]
1.      Ishlah al-Aqidah, yaitu memperbaiki akidah umat. Islam telah mampu memperbaiki akidah dari masyarakat yang menyembah berhala kepada agama tauhid. Dalam Islam, zat yang berhak disembah hanyalah Allah swt.
2.      Ishlah al-Ibadah, yaitu memperbaiki cara beribadah. Rasalullah saw, telah memberi contoh bagaimana cara shalat, bagaiman cara puasa, haji dan sebagainya.
3.      Ishlah al-A’ilah, yaitu perbaikan berkeluarga. Pernikahan diatur secermat-cermatnya. Hak dan kewajiban suami istri dijelaskan. Demikian pula hak dan kewajiban anak serta hak dan kewajiban pembantu bila ada. Dalam Islam, kesemuanya akan diminta pertanggung jawaban oleh Allah swt, nantinya.
4.      Ishlah al-‘Adah, yaitu memperbaiki adat. Sebagaimana adat bangsa Arab Jahiliyah yang terkenal buas dan kejam, seperti menguburkan anak-anak mereka yang perempuan hidup-hidup yang dianggap menurunkan derajat perempuan. Islam menegaskan bahwa jiwa manusia mahal sekali dan tidak boleh dibinasakan kecuali dengan hak.
5.      Ishlah al-Mujtama’, yaitu memperbaiki umat manusia, pada umumnya. Masyarakat Islam tidak hanya bergaul dengan sesamanya saja, akan tetapi juga bergaul dengan yang bukan muslim. Hal ini diatur melalui ketentuan yang diperlihatkan oleh Rasulullah saw. Orang-orang Islam harus bergaul secara baik dengan masayarakat non-muslim selama mereka tidak memusuhi umat Islam. Mereka dibiarkan melakukan ibadah menurut keyakinannya masing-masing. Hal ini sesuai dengan firman Allah swt yang menyatakan: “bagimu agamamu, dan bagiku agamaku”















BAB III
KESIMPULAN

-          Dalam al-Qur’an ada beberapa istilah yang digunakan dalam menjelaskan makna masyarakat, yaitu kata ummah dan qoum.
-          Masyarakat adalah sekelompok manusia yang telah cukup lama tinggal di suatu tempat atau didaerah tertentu dengan mempunyai aturan tertentu tentang tata cara hidup mereka menuju satu tujuan yang sama dengan menghasilkan sebuah kebudayaan.
-          Masyarakat Islam adalah suatu masyarakat yang segala sesuatunya bertitik tolak ukur dari Islam dan tunduk pada sistematika Islam. Berangkat dari hal tersebut diatas, maka suatu masyarakat yang tidak diliputi oleh suasana Islam, corak Islam, bobot Islam, prinsip Islam, syariat dan aturan Islam serta berakhlak Islam, bukan termasuk masyarakat Islam.
-          Dasar Pembentukan Masyarakat Islam yaitu: Persaudaraan, Kasih Sayang, Persamaan, Kebebasan, dan Keadilan Sosial.
-          Karakteristik masyarakat Islam yaitu: Beriman, Amar Ma’ruf dan Nahi Munkar, Musyawarah, Keadilan, Persaudaraan, Toleransi.
-          Hubungan masyarakat dengan pendidikan, yaitu: masyarakat berkewajiban dan bertanggung jawab dalam mendidik dan mengajari anak dalam lingkungan nonformal.











DAFTAR PUSTAKA
Idi,Abdullah. Sosiologi Pendidikan Individu, Masyarakat dan Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo
Muthahhari, Murthadha. 1986. Masyarakat dan Sejarah, terj. M. Hashem, judul asli Society and History. Bandung: Mizan
Nata,Abuddin. 2008.Tafsir Ayat-Ayat Pendidikan. Jakarta: Rajawali Pers
Quthb,Mohammad. 1993. Islam Ditengah Pertarungan Tradisi. Mizan: Bandung
Ramayulis dan Samsul Nizar. 2009. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mulia
Salminawati, 2011. Filsafat Pendidikan Islam. Bandung: Citapustaka Media Perintis
Shihab,Quraish. 1999.Wawasan Al-Qur’an. Bandung: Mizan
Soekanto, Soerjono. 1966. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: UI Press
Syafii Antonio,Muhammad.2010. Ensiklopedia Leadership dan Manajemen Muhammad saw “The Super Leader Super Manager”. Jakarta: Tazkia Publishing



[1][1]Abuddin Nata, Tafsir Ayat-Ayat Pendidikan, (Jakarta: Rajawali Pers, 2008), hal. 234
[2][2]Abdullah Idi, Sosiologi Pendidikan Individu, Masyarakat dan Pendidikan, (Jakarta: Raja Grafindo), hal. 38
[3]Murthadha Muthahhari, Masyarakat dan Sejarah, terj. M. Hashem, judul asli Society and History, (Bandung: Mizan, 1986), hal. 15
[4]Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: UI Press, 1966), hal. 91
[5][5]Mohammad Quthb, Islam Ditengah Pertarungan Tradisi,(Mizan: Bandung, 1993), hal. 186
[6][6]Ramayulis dan Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2009), hal 66-67
[7][7]Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an, (Bandung: Mizan, 1999), hal. 110
[8][8]Salminawati, Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: Citapustaka Media Perintis, 2011), hal. 69
[9][9]Ramayulis dan Samsul Nizar, Ibid, hal 68
[10][10] Muhammad Syafii Antonio, Ensiklopedia Leadership dan Manajemen Muhammad saw “The Super Leader Super Manager”, (Jakarta: Tazkia Publishing, 2010), hal. 92
[11][11]Salminawati, Ibid, hal. 76
[12][12]Ramayulis dan Samsul Nizar, Ibid, hal. 72
Baca selengkapnya »»