Sabtu, 28 Oktober 2017

KONSEP ALAM SEMESTA DALAM PERSPEKTIF ISLAM

KONSEP ALAM SEMESTA DALAM PERSPEKTIF ISLAM
Disusun sebagai salah satu tugas yang diwajibkan
dalam mengikuti perkuliahan Filsafat Pendidikan Islam

Oleh :
Muhammad Luthfie Ramadhani
3017300306


PROGRAM PASCASARJANA
JURUSAN PENDIDIKAN ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA 
2017


 BAB I
PENDAHULUAN

Alam semesta merupakan realitas yang dihadapi oleh manusia, yang sampai kini baru sebagian kecil saja yang dapat diketahui dan diungkap oleh manusia. Bagi seorang ilmuwan akan menyadari bahwa manusia diciptakan bukanlah untuk menaklukkan seluruh alam semesta, akan tetapi menjadikannya sebagai fasilitas dan sarana ilmu pengetahuan yang dapat dikembangkan dari potensi manusia yang sudah ada.
Alam semesta adalah media pendidikan sekaligus sebagai sarana yang digunakan oleh menusia untuk melangsungkan proses pendidikan. Didalam alam semesta ini manusia tidak dapat hidup dan “mandiri” dengan sesungguhnya. Karena antara  manusia dan alam semesta saling membutuhkan dan saling melengkapi antara satu dengan yang lainnya. Dimana alam semesta ini butuh manusia untuk merawat dan memeliharanya sedangkan manusia butuh alam semesta sebagai sarana berinteraksi dengan manusia lainnya.
Alam semesta terjalin erat dan bekerja dengan kapasitasnya, sehingga pantas kalau ia dikatakan sebagai keajaiban Allah. Selain Allah, tak ada sesuatu apapun yang dapat membangun alam yang serbaluas dan kokoh ini. di sini lah letak dan posisi alam semesta sebagai keajaiban Allah.Oleh karenanya, alam semesta bukan hanya langit dan bumi, tetapi meliputi segala sesuatu yang ada dan berada diantara keduanya.

Alam semesta merupakan ciptaaan Allah Swt yang diperuntukkan kepada manusia yang kemudian diamanahkan sebagai khalifah untuk menjaga dan memeliharaan alam semesta ini, selain itu alam semesta juga merupakan mediasi bagi manusia untuk memperoleh ilmu pengetahuan yang terproses melalui pendidikan. Dari itulah pemakalah khusus membahas tentang “ Hakikat Alam Semesta dalam Persfektif Filsafat Pendidikan Islam ” yang terdiri dari pengertian, proses penciptaan alam semesta, tujuan penciptaan alam semesta dan implikasi alam semesta terhadap pendidikandalam  Islam.





BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Alam Semesta
Dalam perspektif Islam, alam semesta adalah segala sesuatu selain Allah SWT.[1] Oleh karenanya, alam semesta bukan hanya langit dan bumi, tetapi meliputi segala sesuatu yang ada dan berada diantara keduanya. Tidak hanya itu, dalam perspetif Islam, alam sesesta tidak hanya mencakup hal-hal yang konkrit atau dapat diamati oleh penginderaan manusia. Tetapi mencakup kepada segala sesuatu yang tidak dapat diamati oleh penginderaan manusia. Secara umum, alam itu bisa dibedakan kedalam dua jenis, yaitu alam syahadah dan alam ghaib. Alam syahadah adalah wujud yang konkrit dan dapat diinderakan (fenomena), Sedangkan alam ghaib adalah wujud yang tidak dapat diinderakan manusia (noumena).[2]
Alam dalam pandangan Filsafat Pendidikan Islam dapat dijelaskan sebagai berikut. Kata alam berasal dari bahasa Arab  (عالم  alam) yang seakar dengan ’ilmu (علم, pengetahuan) dan alamat (علا مة, pertanda). Ketiga istilah tersebut mempunyai korelasi makna. Alam sebagai ciptaan Tuhan merupakan identitas yang penuh hikmah. Dengan memahami alam, seseorang akan memperoleh pengetahuan. Dengan pengetahuan itu, orang akan mengetahui tanda-tanda atau alamat akan adanya Tuhan.[3]
Istilah alam dalam alqur’an datang dalam bentuk jamak (‘alamiina), disebut sebanyak 73 kali yang termaktub dalam 30 surat. 15 Pemahaman kata ‘alamin, merupakan bentuk jamak dari keterangan al-quran yang mengandung berbagai arti  dalam pemikiran bagi manusia dan mengindikasikan bahwa alam semesta ini banyak atau beraneka ragam.[4]
Menurut Prof. Dr. Omar Mohammad Al-Toumy al-Syaibany dalam bukunya Falsafah Pendidikan Islam menyatakan bahwa alam semesta atau alam jagat ialah selain dari Allah swt yaitu cakrawala, langit, bumi, bintang, gunung dan dataran, sungai dan lembah, tumbuh-tumbuhan, binatang, insan, benda dan sifat benda, serta makhluk benda dan yang bukan benda. Beliau juga menuturkan bahwa sebahagian ulama Islam mutaakhir membagi alam ini kepada empat bahagian yaitu ruh, benda, tempat dan waktu. Sedangkan manusia menjadi salah satu unsur alam semesta sebagai makhluk baharu dengan fungsi untuk memakmurkan alam semesta serta meluruskan kemajuannya. [5]
Menurut Shihab sebagaimana yang dikutip oleh Al-rasyidin dalam bukunya falsafah pendidikan Islam menerangkan bahwa semua yang maujud selain Allah Swt baik yang telah diketahui maupun yang belum diketahui manusia disebut alam. Kata `alam terambil dari akar kata yang sama dengan `ilm dan `alamah, yaitu sesuatu yang menjelaskan sesuatu selainnya. Oleh karena itu dalam konteks ini, alam semesta adalah alamat, alat atau sarana yang sangat jelas untuk mengetahui wujud tuhan, pencipta yang Maha Esa, Maha Kuasa, dan Maha Mengetahui. Dari sisi ini dapat dipahami bahwa keberadaaan alam semesta merupakan tanda-tanda yang menjadi alat atau sarana bagi manusia untuk mengetahui wujud dan membuktikan keberadaan serta kemahakuasaan Allah SWT.[6]
Di dalam Al Qur'an pengertian alam semesta dalam arti jagat raya dapat dipahami dengan istilah "assamaawaat wa al-ardh wa maa baynahumaa”. Istilah ini ditemui didalam beberapa surat Al Qur'an yaitu: Dalam surat maryam ayat 64 dan 65.
Artinya : dan tidaklah Kami (Jibril) turun, kecuali dengan perintah Tuhanmu. kepunyaan-Nya-lah apa-apa yang ada di hadapan kita, apa-apa yang ada di belakang kita dan apa-apa yang ada di antara keduanya, dan tidaklah Tuhanmu lupa. Tuhan (yang menguasai) langit dan bumi dan apa-apa yang ada di antara keduanya, Maka sembahlah Dia dan berteguh hatilah dalam beribadat kepada-Nya. Apakah kamu mengetahui ada seorang yang sama dengan Dia (yang patut disembah)?[7]
Dapat ditarik kesimpulan bahwa alam semesta bermakna sesuatu selain Allah Swt, maka apa-apa yang terdapat di dalamnya baik dalam bentuk konkrit (nyata) maupun dalam bentuk abstrak (ghaib) merupakan bahagian dari alam semesta yang berkaitan satu dengan lainnya.
Untuk dapat Memahami dan meneliti alam yang kemudian menghasilkan keilmuan yang benar, haruslah melalui pendidikan yang benar dan berkualitas. Oleh karena itu, Islam mempunyai ajaran yang sangat penting dalam pendidikan, dalam rangka menghasilkan para ulama, scientstifik, atau ilmuwan yang kemudian akan memelihara dan memakmurkan alam ini.
B.     Proses Penciptaan Alam Semesta
Dalam pandangan Islam, alam semesta berasal dari tidak ada menjadi ada, Allahlah yang mengadakannya, karena itu, Allah disebut Khaliq dan alam semesta ini disebut makhluk.[8]

Artinya : Sesungguhnya keadaan-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya: "Jadilah!" Maka terjadilah ia. (QS. Yasin: 82).

Artinya : yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis. kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Tuhan yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka lihatlah berulang-ulang, Adakah kamu Lihat sesuatu yang tidak seimbang?. (QS. Al-Mulk : 3).
Artinya : Dialah yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, Maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebahagian dari rezki-Nya. dan hanya kepada-Nya-lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan. (QS. Al-Mulk 15).
Berdasarkan ayat tersebut dapat disimpulkan bahwa Allah SWT adalah sebagai pencipta alam. Bagaimana Allah menciptakan tidak dijelaskan dengan rinci dalam Al-Qur’an dan Sunnah Nabi. Allah hanya menjelaskannya dalam surah-surah yang tertera diatas.
Terdapat perbedaan pandangan dikalangan umat muslim, tentang asal mula penciptaan alam semesta. Ada yang menyatakan bahwa alam semesta ini diciptakan dari tiada menjadi ada, sementara pendapat lain mengemukakan bahwa alam semesta diciptakan dari materi atau sesuatu yang sudah ada. Pendapat yang pertama, selalu didasarkan pada kata khalaqa, yang digunakan dalam penciptaan alam semesta. Mereka berpendapat bahwa penggunaan kata khalaqa memiliki arti penciptaan sesuatu dari bahan yang belum ada menjadi ada. Sementara itu, Pendapat kedua didasarkan pada informasi Alquran yang mengindikasikan bahwa alam semesta ini diciptakan dari materi yang sudah ada. Informasi seperti ini diantaranya ditemukan dalam dua surah, yaitu QS Fushilat (41 :11) yang menyatakan bahwa Allah SWT menuju langit, sedangkan langit ketika itu masih berupa dukhan ( asap ).
 
Artinya : kemudian Dia menuju kepada penciptaan langit dan langit itu masih merupakan asap, lalu Dia berkata kepadanya dan kepada bumi: "Datanglah kamu keduanya menurut perintah-Ku dengan suka hati atau terpaksa". keduanya menjawab: "Kami datang dengan suka hati".[9]
Surat yang kedua, Q.S Al-Anbiyya ( 21 : 30 ), yang menginformasikan bahwa langit dan bumi itu, dahulunya adalah sesuatu yang padu, lalu Allah memisahkan keduanya.Pandangan kedua ini memiliki kesamaan degan penelitian yang di lakukan para pakar astronomi dan astro fisika yang menyimpulkan bahwa keseluruhan alam semesta ini pada awalnya satu masa yang besar. kemudian terjadi pemisahan, sehingga terbentuk galaksi. Galaksi tersebut kemudian terbagi-bagi dalam bentuk  bintang-bintang, planet-planet, matahari,bulan dan lain-lain.[10]
 
Artinya : dan Apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasannya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka Mengapakah mereka tiada juga beriman?[11]
Dapat ditarik kesimpulan melalui ayat-ayat diatas, yaitu: Disebutkan bahwa antara langit dan bumi (kosmos) semula merupakan satu kesatuan lalu mengalami proses pemisahan. Disebutkan adanya kabut gas (dukhan) sebagai materi penciptaan kosmos. Disebutkan pula bahwa penciptaan kosmos (alam semesta) tidak terjadi sekaligus, tetapi secara bertahap.
Sebagaimana Imam Al-Ghazali, dia mengemukakan bahwasannya gagasan kemaujudan sebelum ketidak maujudan tidak dapat difahami tanpa anggapan bahwa waktu itu telah ada sebelum dunia ada, tetapi waktu suatu kejadian yang tidak terpisahkan dari dunia, dank arena itu, kemaujudannya mendahului kemaujudan dunia dikesampingkan. Lagi pula segala yang tercipta pasti membutuhkan pencipta. Kalau begitu, mengapa sang pencipta menciptakan dunia saat itu dan bukan sebelumnya? Apakah hal itu dikarenakan oleh sesuatu yang terjadi atas-Nya? Tentu saja tidak, sebab tiada sesuatu pun maujud sebelum dia membuat sesuatu terjadi atas-Nya. Apakah hal itu mesti dianggap bersumber dari suatu perubahan yang terjadi atas sifat-Nya? Oleh karena itu, Ibn Tufail tidak menerima, baik pandangan mengenai kekekalan maupun penciptaan sementara dunia ini. Karena bahwasannya  nalar itu memiliki batas .[12]
Al-Rasyidin mengungkapkan bahwa Allah Swt menciptakan alam semesta ini tidak sekaligus atau sekali jadi, akan tetapi melalui beberapa tahapan, masa atau proses. Dalam sejumlah surah, al-Qur`an selalu menggunakan istilah fi sittah ayyam, yang dapat diterjemahkan dalam arti enam hari, enam masa atau enam periode. Adapun ayat yang menceritakan tentang penciptaan alam dalam enam masa terdapat pada Q. surat yunus ayat 3 dan Q. surat Al-Araf ayat 54 adalah:
  
Artinya : Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas 'Arsy untuk mengatur segala urusan. tiada seorangpun yang akan memberi syafa'at kecuali sesudah ada izin-Nya. (Dzat) yang demikian Itulah Allah, Tuhan kamu, Maka sembahlah Dia. Maka Apakah kamu tidak mengambil pelajaran?[13]
  
Artinya : Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, lalu Dia bersemayam di atas 'Arsy[548]. Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat, dan (diciptakan-Nya pula) matahari, bulan dan bintang-bintang (masing-masing) tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. Maha suci Allah, Tuhan semesta alam.[14]
[548] Bersemayam di atas 'Arsy ialah satu sifat Allah yang wajib kita imani, sesuai dengan kebesaran Allah dsan kesucian-Nya.
Proses penciptaan alam semesta diungkapkan dengan menggunakan istilah yang beragam seperti Khalaqa, sawwa, Fatara, Sakhara, Ja`ala, dan Bada`a. semua sebutan untuk penciptaan ini mengandung makna mengadakan, membuat, mencipta, atau menjadikan, dengan tidak mesti didahului oleh ruang dan waktu. [15]
C.    Tujuan Penciptaan Alam Semesta
Alam diciptakan oleh Allah SWT untuk kemaslahatan umat manusia. Dari kekayaan alam yang didapat dari hutan belantara, laut, perut bumi, dan ruang angkasa pada dasarnya diperuntukkan untuk manusia.[16]
  
Artinya : Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan Dia berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. dan Dia Maha mengetahui segala sesuatu. (QS. Al-Baqarah : 29).

Artinya : tidakkah kamu perhatikan Sesungguhnya Allah telah menundukkan untuk (kepentingan)mu apa yang di langit dan apa yang di bumi dan menyempurnakan untukmu nikmat-Nya lahir dan batin. dan di antara manusia ada yang membantah tentang (keesaan) Allah tanpa ilmu pengetahuan atau petunjuk dan tanpa kitab yang memberi penerangan. (QS. Luqman : 20).
Berdasarkan firman Allah Q.S Ad-Dukhan : 38-39, Allah Menegaskan bahwa Ia menciptakan langit dan bumi bukan hanya sekedar mainan, tetapi haq.

Artinya : dan Kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya dengan bermain-main. Kami tidak menciptakan keduanya melainkan dengan haq, tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui.[17]

Allah menegaskan bahwa Dia tidak menciptakan langit, bumi dan apa yang ada diantara keduanya secara main-main, kecuali dengan al-haq. Itu berarti bahwa tidak ada ciptaan Allah, sekecil apapun ciptaan itu, yang tidak memiliki arti dan makna, apa lagi alam semesta yang terbentang luas ini. Dalam persfektif islam, tujuan penciptaan alam semesta ini pada dasarnya adalah sarana untuk menghantarkan manusia pada pengetahuan dan pembuktian tentang keberadaan dan kemahakuasaan Allah. Secara ontologis, adanya alamsemesta ini mewajibkan adanya zat yang mewujudkanya. Keberadaan langit dan bumi mewajibkan adanya sang pencipta yang menciptakan keduanya. Keberadaan alam semesta merupakan petunjuk yang sangat jelas, tentang adanya keberadaan Allah sebagai Tuhan maha pencipta. Karenanya, dengan mempelajari alam semesta manusia akan sampai pada pengetahuan bahwa Allah adalah zat yang menciptakan alam semesta.
Al-Quran secara tegas menyatakan bahwa tujuan penciptaan Alam semesta adalah untuk memperlihatkan kepada manusia tanda-tanda keberadaan kekuasaan Allah. Disampig sebagai sarana untuk menghantarkan manusia akan keberadaan dan Maha kekuasaan Allah.  

Artinya :  Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segala wilayah bumi dan pada diri mereka sendiri, hingga jelas bagi mereka bahwa Al Quran itu adalah benar. Tiadakah cukup bahwa Sesungguhnya Tuhanmu menjadi saksi atas segala sesuatu?
Dalam presfektif islam, alam semesta beserta segala sesuatu yang berada didalamnya diciptakan untuk manusia. Dan fungsi konkret alam semesta adalah fungsi rubbubiyah yang diciptakan Allah kepada manusia, sehingga alam ini akan marah manakala manusia bertindak serakah dan tidak bertanggung jawab.
Alam adalah guru manusia. Kita semua wajib belajar dari sikap alam semesta yang tunduk mutlak pada hukum-hukum yang telah ditetapkan Allah SWT. Tidak terbayangkan oleh kita semua manakala alam berprilaku diluar hukum-hukum Allah, alam melanggar sunahnya. misalnya Gunung meletus menyemburkan api, matahari terbit dari Barat dan turun ke bumi, bintang-bintang berjatuhan, pohon-pohon tumbang, lautan meluap, ombak menghantam, terjadi badai, dan bumi berhenti berputar. Pelajaran apa yang dapat diambil dari kejadian yang demikian ? Demikian pula, manusia yang tidak mau belajar dari konsistensi kehidupan alam, sifatnya berubah bagaikan binatang, saling menipu dan lain lain. Rusaknya kehidupan alam disebabkan oleh prilaku manusia yang tidak mau belajar dari alam semesta. Alam semesta ini dapat dijadikan guru yang bijaksana. Belajar dari alam semesta adalah tujuan hidup manusia, dimana kedudukan alam semesta bagaikan guru dengan muridnya. Jadi, dapat disimpulkan bahwa alam semesta dalam perspektif filsafat pendidikan Islam adalah sebagai guru yang mengajar kepada manusia untuk  bertindak sesuai dengan hukum yang telah digariskan oleh Allah. Tetapi banyak manusia yang bertindak tidak sesuai dengan kodratnya. Mengubah ciptaan yang telah dititipkan oleh Allah, mempunyai sifat kebinatangan, menghalalkan segala cara dengan yang haram, selalu menuruti nafsu duniawi, perut dan syahwatnya, sehingga menerbelakangkan akal yang telah dikaruniakan oleh Allah SWT .
D.    Implikasi dan Hakikat Alam Semesta Terhadap Pendidikan Dalam Islam
Islam menegaskan bahwa esensi alam semesta adalah selain dari Allah Swt. Dia adalah al-Rabb, yaitu Tuhan Maha Pencipta yang menciptakan seluruh Makhluk yang makro dan mikro kosmos. Al-syaibany sebagaimana yang tertera dalam bukunya Al-Rasyidin, Falsafah Pendidikan Islam menjelaskan bahwa proses pendidikan adalah menyampaikan sesuatu kepada titik kesempurnaannya secara berangsur-angsur. Karenanya, implikasi filosofi terhadap pendidikan islam adalah bahwa pendidikan islam merupakan suatu proses atau tahapan dimana peserta didik diberi bantuan kemudahan untuk mengembangkan potensi jismiyah dan ruhaniyahnya sehingga fungsional untuk melaksanakan fungsi dan tugas-tugasnya dalam kehidupan di alam semesta.[18] oleh karena pendidikan merupakan proses dan tahapan, maka pendidikan Islami akan berlangsung secara kontiniu sepanjang kehidupan manusia di muka bumi.
Kebenaran yang dipertahankan oleh sumber-sumber agama adalah realitas penciptaan dari ketiadaan. Ini telah dinyatakan dalam kitab-kitab suci yang telah berfungsi sebagai penunjuk jalan bagi manusia selama ribuan bahkan jutaan tahun.[19]  Dalam Q.S al-An’am : 101 Allah Berfirman.
 
Artinya : Dia Pencipta langit dan bumi. Bagaimana Dia mempunyai anak padahal Dia tidak mempunyai isteri. Dia menciptakan segala sesuatu; dan Dia mengetahui segala sesuatu.[20]
Alam semesta adalah media pendidikan sekaligus sebagai sarana yang digunakan oleh manusia untuk melangsungkan proses pendidikan. Didalam alam semesta ini manusia tidak dapat hidup dan “mandiri” dengan sesungguhnya. Karena antara manusia dan alam semesta saling membutuhkan dan saling melengkapi antara satu dengan yang lainnya. Dimana alam semesta ini butuh manusia untuk merawat dan memeliharanya sedangkan manusia butuh alam semesta sebagai sarana berinteraksi dengan manusia lainnya.
Seorang pendidik muslim yakin bahwa pendidikan sebagai proses pertumbuhan dalam membentuk pengalaman dan perubahan yang dikehendaki dalam tingkah laku individu dan kelompok hanya akan berhasil melalui interaksi seseorang dengan perwujudan dan benda sekitarserta dengan alam sekeliling, tempat ia hidup.
Perbedaaan dalam watak, akhlak, adat, tradisi dan cara hidup manusia adalah sangat berpengaruh dalam sebuah pembentukan karakter. Penduduk pesisir umpamanya, mempunyai watak dan cara hidup tersendiri. Demikian juga halnya dengan penduduk yang bertempat tinggal di daerah pegunungan atau sahara. Dalam hal ini juga dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan sifat dan watak manusia yang bertempat tinggal di daerah perkotaan dan pedesaaan. [21]
Dari keterangan di atas mengindikasikan bahwa alam juga dapat memberikan pengaruh besar bagi setiap individu atau kelompok manusia yang berbeda-beda melalui tempat tinggal, daerah atau iklim. Sehingga secara tidak langsung akan membentuk sebuah watak dan sifat yang berbeda-beda.
Dalam al-quran dijelaskan cara-cara memahami alam. Salah satu cara memahami alam raya ini dapat dilakukan lewat indera penglihatan, pendengaran, perasa, pencium dan peraba.[22] Artinya, semua alat utama ini dapat membantu manusia untuk melakukan pengamatan dan eksperimen. Hal ini terdapat pada surat An-Nahl ayat 78 :
 
Artinya :  dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam Keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.[23]
Sedamgkan didalam buku Prof. Dr. H. Haidar Putra Daulay “Pendidikan Islam Dalam Perspektif Filsafat”, ada beberapa implikasi alam semesta terhadap pendidikan Islam. Yaitu :
1.      Alam dijadikan objek pemikiran.
 
 Artinya : 190. Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, 191. (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan Kami, Tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha suci Engkau, Maka peliharalah Kami dari siksa neraka. (QS. Ali Imran : 190-191).
2.      Alam dijadikan objek penelitian.  
                Artinya : 17. Maka Apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana Dia diciptakan, 18. dan langit, bagaimana ia ditinggikan? 19. dan gunung-gunung bagaimana ia ditegakkan? 20. dan bumi bagaimana ia dihamparkan? (Q.S al-Ghosiyah: 17-20)
3.      Diperlukan adanya institusi pendidikan.
Untuk melaksanakan penelitian dan studi terhadap alam diperlukan lembaga pendidikan. Lembaga pendidikan berfungsi memberikan pendidikan dan pelatihan kepada para peserta didik yang bertugas melakukan penelitian dan studi terhadap alam. Studi terhadap alam ini tidak pernah berhenti dari satu generasi ke generasi berikutnya.
4.      Alam adalah ayat kauniyyah.
Ayat-ayat Allah SWT dibagi seperti yang telah disinggung terdahulu atas dua bagian. Ayat-ayat Allah SWT yang tertulis (tanziliyah). Ayat-ayat ini telah diwahyukan kepada Rasulullah SAW. Ayat-ayat ini disebut dengan ayat Al-Qur’an. Al-Qur’an mengandung kebenaran yang pasti dan mutlak. Yang kedua, ayat-ayat kauniyyah. Ayat-ayat ini terlihat didalam alam semesta. Hukum alam yang terdapat didalam alam semesta merupakan ayat-ayat Allah SWT. Ini dapat pula dijadikan pembuktian tentang adanya Allah serta sifat-sifatNya yang terpuji. Alam dijadikan sebagai objek studi, maka lahirlah ilmu pengetahuan dan teknologi yang bermanfaat untuk manusia.
5.      Umat Islam harus mempelajari ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan alam (Natural Sciences).
Karena ilmu pengetahuan kealaman itu sangat penting dalam mensejahterakan umat manusiadan membuat hidup manusia menjadi mudah, maka umat Islam mestilah mempelajarinya.
6.      Rancangan kurikulum.
Kedudukan ilmu kealaman dalam konsep pendidikan Islam sangat penting. Karena ilmu-ilmu ini telah diajarkan di berbagai lembaga pendidikan Islam pada zaman kemajuan klasik. Pada masa kejayaan pendidikan Islam telah berdiri sekolah (madrasah) mulai dari tingkat dasar sampai perguruan tinggi yang didalamnya terdapat atau diajarkan ilmu kealaman.
BAB III
PENUTUP


Dari pembahasan di atas dapat di simpulkan bahwa pada hakikatnya alam adalah segala sesuatu melainkan Allah SWT. ( الا الله شئ كل ) Allah SWT sebagai pencipta dan sekaligus sebagai penunjuk jalan bagi manusia.
Allah menciptakan manusia di muka bumi ini adalah semata-semata untuk mengabdi kepada-Nya dan untuk menjadi khalifah dimuka bumi. Mengajak kepada yang haq dan meninggalkan yang bathil semata-mata hanya untuk beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT.
Dalam pemikiran filsafat pendidikan Islami. Allah menciptakan alam semesta ini bukan untukNya, tetapi untuk seluruh makhluk yang diberi hidup dan kehidupan, bukan hanya dikehidupan yang nyata tetapi juga dikehidupan yang tidak nyata.
Sebagai pencipta dan sekaligus pemilik, Allah mempunyai kewenangan dan kekuasaan untuk melestarikan dan menghancurkannya tanpa diminta pertanggungjawaban oleh siapapun. walaupun demikian, Allah telah mengamanatkan alam seisinya dengan makhluk-Nya yang patut diberi amanat itu, yaitu manusia. Dan oleh karenanya manusia adalah makhluk Allah yang dibekali dua potensi yang sangat mendasar, yaitu kekuatan tenaga dan kekuatan akal, disamping emosi dan indera. Ini berarti, bahwa alam seisinya ini adalah amanat Allah yang kelak akan meminta pertanggungjawaban dari seluruh manusia.
Dari alam kita belajar bahwa kita sebagai manusia harus tunduk dan patuh kepada sang Khaliq yaitu Allah SWT. Karena alam juga memporsikan dirinya sedemikian rupa. Alam adalah guru bagi manusia karena dari alam manusia banyak mempelajari hal-hal yang bersifat alamiah. Bukan hanya dari alam, bahkan dari flora dan fauna juga manusia dapat mengambil banyak hikmah dan pembelajaran. Mengapa hal ini bisa terjadi? Mengapa begini? Dan mengapa begitu? Itulah sebabnya, Allah SWT tidak hanya menciptakan kita indera saja, tetapi Allah SWT menjadikan manusia itu sempurna baik fisik maupun rasionya.


DAFTAR PUSTAKA
Al-Quran dan Terjemahannya
Al Rasyidin. 2008. Falsafah Pendidikan Islam, Membangun Kerangka Ontologi, Epistimologi, dan Aksiologi Praktik Pendidikan Islami (Bandung: Citapustaka Media Perintis).
Dedi Supriyadi. Pengantar Filsafat Islam (lanjutan) Teori dan Praktik, (Bandung : CV. Pustaka Setia).
H.M.Hadi Masruri dan H.Imron Rossidy. 2007. Filsafat Sains Dalam  AlQur`an: Melacak Kerangka Dasar Integrasi Ilmu dan Agama (Malang: UIN Malang Press,).
Mahdi Ghulsyani. 1993. Filsafat Sains Menurut Al-Qur`an  (Bandung: Mizan).
Nurcholish Madjid. 1992. Islam Doktrin dan Peradaban, (Jakarta: Yayasan Wakaf Paramadina, 1), cet. Ke-1.

Omar Mohd. Al-Thoumiy al-saibani. 1979. Filsafat Pendidikan Islam ( Jakarta : Bulan Bintang).
Zair Naik dan Gary Miller. 2008. Keajiban Al-quran Dalam Telaah  Sains Modern, (Yogyakarta: Media Ilmu).
Haidar Putra Daulay. 2014. Pendidikan Islam dalam Perspektif Filsafat, (Jakarta : Prenadamedia Group).


[1] . Omar Mohd. Al-Thoumiy al-saibani, Filsafat Pendidikan Islam ( Jakarta : Bulan Bintang, 1979 ), h. 58.
[2] . Al Rasyidin, Falsafah Pendidikan Islam, Membangun Kerangka Ontologi, Epistimologi, dan Aksiologi Praktik Pendidikan Islami (Bandung: Citapustaka Media Perintis, 2008), h. 3
[3] . Nurcholish Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban, (Jakarta: Yayasan Wakaf Paramadina, 1992), cet. Ke-1, h. 289
[4] . Al Rasyidin, Falsafah…, h. 3
[5] . Omar Mohammad Al-Toumy al-Syaibany. terj…, h. 58.
[6] . M. Quraish Shihab. Tafsir Al-Misbah kutipan Al-Rasyidin, Filsafat…, h. 4-5.
[7] . Al-quran dan Terjemahannya (Q.S. Maryam : 64-65).
[8] . Haidar Putra Daulay. Pendidikan Islam dalam Perspektif Filsafat, (Jakarta : Prenadamedia Group, 2014), h. 23.
[9] . Al-quran dan Terjemahannya (Q.S Fushilat (41 :11).
[10] . Zair Naik dan Gary Miller. Keajiban Al-quran Dalam Telaah  Sains Modern, (Yogyakarta: Media Ilmu, 2008), h.55-56.
[11] . Al-quran dan Terjemahannya (Q.S Al-Anbiya ( 21 : 30 ).
[12] . Dedi Supriyadi. Pengantar Filsafat Islam (lanjutan) Teori dan Praktik, (Bandung : CV. Pustaka Setia), h. 195-196.
[13] . Al-Quran dan Terjemahannya. Q. S yunus ayat 3.
[14]. Al-Quran dan Terjemahannya  Q.S. Al-Araf  :54.
[15]. H.M.Hadi Masruri dan H.Imron Rossidy. Filsafat Sains Dalam  AlQur`an: Melacak Kerangka Dasar Integrasi Ilmu dan Agama (Malang: UIN Malang Press, 2007), h. 91.
[16]. Haidar Putra Daulay. Pendidikan Islam…, h 31.
[17] . Al-Qur’an dan Terjemahannya. Q.S Ad-Dukhan : 38-39.
[18] . Al Rasyidin, Falsafah…, h. 11
[19] . Dedi Supriyadi. Pengantar…, h. 200.
[20] . Al-quran dan Terjemahannya (Q.S Al-An’am : 101).
[21] . Omar Mohammad Al-Toumy al-Syaibany terj Hasan Langulung, Falsafah…, h. 58.
[22] . Mahdi Ghulsyani. Filsafat Sains Menurut Al-Qur`an  (Bandung: Mizan, 1993), h. 83
[23].  Al-Qur’an dan Terjemahannya. An-Nahl ayat 78.

Baca selengkapnya »»