Minggu, 10 Maret 2013

MASYARAKAT DALAM PERSPEKTIF ISLAM

Makalah ini disusun guna memenuhi tugas Filsafat Pendidikan Islam

Dosen Pengampu :

Dr. Toto Suharto, S.Ag., M.Ag

Disusun Oleh

Muhammad Luthfie Ramadhani

113111240

FAKULTAS TARBIYAH DAN BAHASA

JURUSAN TARBIYAH

PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SURAKARTA

2013















                 BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
Selain sebagai makhluk individual, manusia juga sebagai  makhluk sosial. Sebagai makluk sosial, manusia membutuhkan teman untuk bergaul untuk menyatakan suka dan duka, dan memenuhi berbagai kebutuhan lainnya yang bersifat kolektif.
Sebagai makhluk sosial, manusia mau tidak mau harus berinteraksi dengan manusia lainnya, dan membutuhkan lingkungan dimana ia berada. Ia menginginkan adanya lingkungan sosial yang ramah, peduli, santun, saling menjaga dan menyayangi, bantu membantu, taat pada aturan, tertib, disiplin, menghargai hak-hak manusia dan lain sebagainya. Lingkungan yang demikian itulah yang memungkinkan ia dapat melakukan berbagai aktifitasnya dengan tenang, tanpa terganggu oleh berbagai hal yang dapat merugikan dirinya.
Keinginan untuk mewujudkan lingkungan yang demikian itu mendorong  perlunya membina masyarakat yang berpendidikan, beriman, dan bertaqwa kepada Tuhan. Karena di dalam masyarakat yang demikian itulah akan tercipta lingkungan dimana berbagai aturan dan perundang-undangan dapat ditegakkan.
Al-Quran sebagai sumber ajaran Islam telah memberikan perhatian yang besar terhadap perlunya pembinaan masyarakat.

B.  Rumusan Masalah
Adapun rumusan permasalahan yang akan kami bahas yaitu:
1.      Apa pengertian masyarakat dan masyarakat Islam?
2.      Apa dasar yang menjadi pembentukan masyarakat Islam?
3.      Bagaimana karakteristik masyarakat Islam?
4.      Apa hubungan masyarakat Islam dengan pendidikan Islam?





BAB II
PEMBAHASAN

A.    Hakikat Masyarakat
1.      Pengertian Masyarakat
Secara bahasa, kata ’’masyarakat’’berasal dari bahasa Arab ’’syarikat’’ yaitupembentukan suatu kelompok atau golongan atau kumpulan. Dalam bahasa Inggris, pergaulan hidup disebut ’’social’’ (sosial), hal ini ditujukan dalam pergaulan hidup kelompok manusia terutama dalam kelompok kehidupan masyarakat teratur.
Dalam al-Qur’an ada beberapa istilah yang digunakan dalam menjelaskan makna masyarakat, yaitu kataummah dan qoum. Didalam al-Qur’an terdapat 49 kata ummah yang memiliki makna, yaitu:[1][1]
1)      Kelompok yang menyuruh kepada kebaikan dan mencegah dari kemungkaran (QS. Ali Imran: 104)
2)      Kaum (QS. Hud: 8)
3)      Jalan, cara atau gaya hidup (QS. Az-zukhruf: 22)
Secara umum, masyarakat adalah sekelompok orang/ manusia yang hidup bersama yang mempunyai tempat/ daerah tertentu untuk jangka waktu yang lama dimana masing-masing anggotanya saling berinteraksi. Interaksi yang dimaksudkan berkaitan dengan sikap, tingkah laku dan perbuatan. Segala tingkah laku dan perbuatan tersebut diatur dalam suatu tata tertib/ undang-undang/ peraturan tertentu yang disebut hukum adat.[2]
Menurut Murthadha Muthahhari, masyarakat adalah kelompok-kelompok manusia yang terkait oleh sistem-sistem, adat istiadat, ritus-ritus serta hukum- hukum khas, dan yang hidup bersama-sama dalam wilayah tertentu, iklim dan bahan makanan yang sama.[3]
Menurut Selo Sumardjan dikutip oleh Soerjono Soekanto, masyarakat adalah orang-orang yang hidup bersama-sama yang menghasilkan sebuah kebudayaan.[4]
Maka dapat kami simpulkan bahwa masyarakat adalah sekelompok manusia yang telah cukup lama tinggal di suatu tempat atau didaerah tertentu dengan mempunyai aturan tertentu tentang tata cara hidup mereka menuju satu tujuan yang sama dengan menghasilkan sebuah kebudayaan. Dengan demikian rumusan tentang masyarakat yaitu:
1)      Adanya sekelompok manusia.
2)      Adanya peraturan atau undang-undang yang mengatur mereka.
3)      Bertempat tinggal didaerah tertentu dan telah berjalan cukup lama.
4)      Adanya kebudayaan atau adat istiadat setempat.

2.      Pengertian Masyarakat Islam
Menurut Muhammad Quthb, bahwa masyarakat Islam adalah suatu masyarakat yang segala sesuatunya bertitik tolak ukur dari Islam dan tunduk pada sistematika Islam. Berangkat dari hal tersebut diatas, maka suatu masyarakat yang tidak diliputi oleh suasana Islam, corak Islam, bobot Islam, prinsip Islam, syariat dan aturan Islam serta berakhlak Islam, bukan termasuk masyarakat Islam.
Masyarakat Islam bukan hanya sekedar masyarakat yang beranggotakan orang Islam, tetapi sementara syariat Islam tidak ditegakkan diatasnya, meskipun mereka shalat, puasa, zakat dan haji. Atas dasar itulah, masyarakat Islam harus menjadikan segala aspek hidupnya prinsip-prinsip, amal perbuatannya, nilai hidupnya, jiwa dan raganya, hidup dan matinya harus terpancar dari sistem Islam.
 Oleh karena itu, kekuasaan yang mengatur kehidupan manusia haruslah kekuasaan yang mengatur adanya manusia itu sendiri. Manusia dalam hal ini harus menjadikan syariat Allah sebagai penguasa tunggal dari seluruh aspek kehidupannya dengan demikian, tetaplah Allah saja yang mempunyai kekuasaan tertinggi, sehingga masyarakat islam senantiasa diperintah dan diatur oleh pola syariat-Nya.
Dalam pandangan Mohammad Quthb bahwa masyarakat Islam adalah masyarakat yang berbeda dengan masyarakat lain. Letak perbedaanya yaitu, peraturan-peraturannya khusus, undang-undangnya yang Qurani, anggota-anggotanya yang beraqidah satu, aqidah Islamiyah dan berkiblat satu.[5]

B.  Dasar Pembentukan Masyarakat Islam
Menurut Mustafa Abdul Wahid yang dikutip oleh Ramayulis dan Samsul Nizar, bahwa dasar-dasar pembentukan masyarakat Islam adalah:[6]
1.      Persaudaraan
Masyarakat yang dibina atas dasar persaudaraan yang menyeluruh, dan diikat oleh kesatuan keyakinan yaitu Tidak ada tuhan yang disembah melainkan Allah dan Muhammad adalah Rasulnya. Masayrakat Islam bersifat universal dan tidak terikat oleh perbedaan bangsa atau bahasa, atau pun kulit warna. Allah berfirman:
إِنَّمَاٱلۡمُؤۡمِنُونَ إِخۡوَةٞ فَأَصۡلِحُواْ بَيۡنَ أَخَوَيۡكُمۡۚ... ١٠
Artinya:Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu.. (QS. Al-hujurat: 10)
Persaudaraan model Islam ini berbeda dengan persaudaraan Arab di zaman jahiliyah yang berdasarkan “ashobiyah” atau kabilah tertentu. Persaudaraan dalam Islam memiliki makna yang luas yaitu persaudaraan yang tidak terbatas pada seketurunan, tapi meliputi seluruh manusia yang sama akidahnya.
2.      Kasih Sayang
Masyarakat Islam dibina atas dasar rasa kasih sayang antara satu sama lain. Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah saw yang mengatakan bahwa “tidak sempurna iman seorang muslim sebelum mencintai saudaranya seperti mencintai dirinya sendiri.
3.      Persamaan
Masyarakat Islam mempunyai hak dan kewajiban yang sama, adapun yang meembedakannya hanyalah fungsinya masing-masing dalam masyarakat. Ada orang yang menjadi pemimpin dan ada yang dipimpin. Tidak ada perbedaan dihadapan Allah.
4.      Kebebasan
Masyarakat Islam dibina untuk mempunyai kebebasan atau kemerdekaan. Hal ini merupakan hak asasi setiap manusia. Dalam agama Islam tak ada paksaan dalam beragama (la ikraaha fid-diin). Hal ini bukan berarti orang Islam bebas tidak beragama. Umat Islam dituntut agar melaksanakan ajaran agamanya dengan baik dan benar.
5.      Keadilan Sosial
Masyarakat Islam dibina atas dasar keberadilan sosial, yaitu keadilan yang merata bagi seluruh ummat. Islam sangat menekankan keadilan, yaitu meletakkan sesuatu pada proporsi yang semestinya sesuai dengan aturan Ilahi. Allah menganjurkan agar setiap muslim berlaku adil walaupun terhadap dirinya sendiri. Keadilan dalam Islam meliputi hal-hal yang bersifat material  dan spiritual.
Menurut Quraish Shihab, dasar pembentukan masyarakat Islam antara lain:[7]
1.      Manusia adalah makhluk sosial yang secara fitrah ingin bersama dan membutuhkan orang lain sepanjang hidupnya. Kata ‘alaq  dalam surah al-‘Alaq bukan hanya bermakna segumpal darah atau sesuatu yang menempel di dinding rahim, tetapi juga dipahami sebagai diciptakan dinding dalam keadaan tergantung pada pihak lain atau tidak dapat hidup sendiri.
2.      Manusia saling membutuhkan satu sama lain.. manusia berbeda kecerdasannya, kemampuannya, status sosialnya dan perbedaan lainnya.
Dengan dasar di atas, Rasulullah saw mampu membina ummatnya secara bijaksana. Bahkan, beliau mampu memberi contoh keteladanan dalam semua aspek kehidupan. Dengan pendekatan tersebut, menjadikan kepemimpinannya sukses dalam mengantarkan umat sebagai masyarakat yang madani.
Dari apa yang dikemukakan di atas, dapat disimpulkan bahwa dasar pembentukan masyarakat Islam adalah sudah merupakan ciptaan Allah, dan manusia itu memang diciptakan Allah saling membutuhkan satu dengan yang lainnya. Lagipula dalam Islam semua anggota masyarakat sebagai orang mukmin itu adalah bersaudara.

C.  Karakteristik Masyarakat Islam
Karakteristik umum masyarakat Islam, terdapat dalam surah ali Imran: 110, yaitu:
كُنتُمۡ خَيۡرَ أُمَّةٍ أُخۡرِجَتۡ لِلنَّاسِ تَأۡمُرُونَ بِٱلۡمَعۡرُوفِ وَتَنۡهَوۡنَ عَنِ ٱلۡمُنكَرِ وَتُؤۡمِنُونَ بِٱللَّهِۗ ١١٠
Arti: Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma´ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah..
1.      Beriman
Masyarakat Islam menurut al-Quran adalah sebuah masyarakat yang ditopang oleh keimanan yang kokoh kepada Allah Swt. Dasar iman membuahkan taqwa, rasa aman dan damai di hati, juga dapat mendidik manusia untuk melakukan amal shaleh.
2.      Amar Ma’ruf dan Nahi Munkar
Kata ma’ruf diartikan sebagai sesuatu yang diketahui, yang dikenal, atau yang diakui. Dalam ayat tersebut keimanan kepada Allah diletakkan dalam urutan yang ketiga dari syarat-syarat masyarakat Islam, salah satu penjelasannya sebagaimana disampaikan al-Maraghi, bahwaamar ma’ruf dan nahi munkar merupakan pintu keimanan dan yang memilihara keimanan tersebut pada umumnya pintu itu posisinya berada di depan.


C. Karakteristik khusus masyarakat Islam, yaitu:
1.      Musyawarah
Allah swt, berfirman dalam surah Ali Imran: 159, yaitu:
فَبِمَا رَحۡمَةٖ مِّنَ ٱللَّهِ لِنتَ لَهُمۡۖ وَلَوۡ كُنتَ فَظًّا غَلِيظَ ٱلۡقَلۡبِ لَٱنفَضُّواْ مِنۡ حَوۡلِكَۖ فَٱعۡفُ عَنۡهُمۡ وَٱسۡتَغۡفِرۡ لَهُمۡ وَشَاوِرۡهُمۡ فِي ٱلۡأَمۡرِۖ…… ١٥٩
Arti: Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu…..…
Kata musyawarah pada dasarnya digunakan untuk hal-hal yang baik saja. Setiap individu maupun kelompok bebas memberi pendapat, mengakui hak orang lain untuk memberi pendapat dan kewajiban mendengar pendapat orang lain.
2.      Keadilan
Dalam hal ini, adil dapat diartikan menjaga keseimbangan dalam masyarakat, artinya keadilan adalah segala sesuatu yang dapat melahirkan kemaslahatan bagi masyarakat atau menjaga dan memeliharanya dalam bentuk lebih baik sehinggan masyarakat mendapatkan kemajuan
3.      Persaudaraan
Ciri khusus masyarakat yang diidealkan al-Quran adalah masyarakat yang anggota warganya sepenuhnya selalu menjalin persaudaraan. Persaudaraan tidak akan terwujud apabila tidak ada rasa mencintai dan bekerja sama. Setiap anggota masyarakat yang tidak diikat oleh ikatan kerja sama dan kasih sayang serta persatuan yang sesungguhnya, tidak mungkin dapat bersatu untuk mencapai tujuan bersama.
4.      Toleransi
Sika toleransi dimulai dengan cara membangun kebersamaan dan keharmonisan dan menyadari adanya perbedaan. Dan menyadarii pula bahwa kita semua adalah bersaudara. Maka akan timbul rasa kasih dan sayang, saling pengertian dan pada akhirnya akan bermuara pada sikap toleran.

Karakteristik masyarakat Islam juga digambarkan Allah swt. Diantaranya pada surah al-Hujurat: 11-12 yaitu:
يَٰٓأَيُّهَاٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لَا يَسۡخَرۡ قَوۡمٞ مِّن قَوۡمٍ عَسَىٰٓ أَن يَكُونُواْ خَيۡرٗا مِّنۡهُمۡ وَلَا نِسَآءٞ مِّن نِّسَآءٍ عَسَىٰٓ أَن يَكُنَّ خَيۡرٗا مِّنۡهُنَّۖ وَلَا تَلۡمِزُوٓاْ أَنفُسَكُمۡ وَلَا تَنَابَزُواْ بِٱلۡأَلۡقَٰبِۖ بِئۡسَ ٱلِٱسۡمُ ٱلۡفُسُوقُ بَعۡدَ ٱلۡإِيمَٰنِۚ وَمَن لَّمۡ يَتُبۡ فَأُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلظَّٰلِمُونَ ١١يَٰٓأَيُّهَاٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱجۡتَنِبُواْ كَثِيرٗا مِّنَ ٱلظَّنِّ إِنَّ بَعۡضَ ٱلظَّنِّ إِثۡمٞۖ وَ لَا تَجَسَّسُواْ وَلَا يَغۡتَب بَّعۡضُكُم بَعۡضًاۚ أَيُحِبُّ أَحَدُكُمۡ أَن يَأۡكُلَ لَحۡمَ أَخِيهِ مَيۡتٗا فَكَرِهۡتُمُوهُۚ وَٱتَّقُواْٱللَّهَۚ إِنَّٱللَّهَ تَوَّابٞ رَّحِيمٞ ١٢
Arti:11. Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim
12. Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang
Dari paparan ayat di atas, dapat disimpulkan bahwa masyarakat Islam harus memiliki ciri-ciri atau sifat-sifat yang terdapat pada ayat diatas, yaitu:[8]
1.      Tidak menganggap remeh komunitas lain
2.      Tidak mengejek diri sendiri
3.      Tidak memanggil seseorang dengan gelar-gelar yang buruk
4.      Tidak mencari-cari kesalahan orang lain
5.      Tidak menghibah
6.      Tidak berprasangka buruk terhadap orang lain.

Karakteristik masyarakat yang diinginkan Islam terlihat dari dua buah Piagam Madinah dan Deklarasi Kairo[9]
1.      Piagam Madinah
Konsesepsi dasar yang tertuang dalam piagam Madinah merupakan pernyataan atau kesepakatan masyarakat Madinah untuk melindungi dan menjamin hak-hak sesama masyarakat tanpa melihat latar belakang suku dan agama. Piagam Madinah (Mitsaqul Madinah) yang dideklarasikan oleh Rasulullah saw, tahun 622 M, merupakan kesepakatan-kesepakatan  tentang aturan yang berlaku bagi masyarakat Madinah.
Terdapat dua landasan pokok dalam Piagam Madinah, yaitu
a)      Semua pemeluk Islam adalahsatu umat walaupun mereka berbeda suku dan bangsa.
b)      Hubungan antara komunitas Muslim dan Non-Muslim didasarkan pada prinsip-prinsip:
1)      Berintegrasi secara baik dengan sesama tetangga
2)      Saling membantu dalam menghadapi musuh bersama
3)      Membela mereka yang teraniaya
4)      Saling menasehati
5)      Menghormati kebebasan beragama
Menurut Muhammad Syafii Antonio bahwa Piagam Madinah merupakan dokumen politik setebal 47 pasal yang diletakkan nabi Muhammad saw, sejak 14 abad silam. Piagam tersebut menetapkan prinsip-prinsip konstitusi negara modern, seperti kebebasan beragama, kebebasan menyatakan pendapat, perlindungan terhadap harta dan jiwa anggota masyarakat, dan larangan orang melakukan kejahatan. Piagam itu membukakan pintu baru dalam kehidupan politik dan peradaban pada masa itu.[10]
2.      Deklarasi Kairo (Cairo Declaration)
Dalam pandangan negara-negara Islam, HAM Barat tidak sesuai dengan ajaran Islam yang telah ditetapkan Allah swt. Karenanya negara-negara Islam yang tergabung dalam Organization of the Islamic Conference (OIC/OKI) pada tanggal 5 Agustus 1990 mengeluarkan deklarasi tentang kemanusiaan sesuai syariat Islam.
Deklarasi Kairo memuat 15 pasal yang kesemuanya berdasarkan ayat alQur’an. Seperti pasal 1 mengenai hak Persamaan dan Kebebasan berdasarkan surah al-Isra’: 70, surah an-Nisa’: 58, 105, 107, 135, surah al-Mumtahanah: 8, begitupun 14 pasal lainnya.

D.  Hubungan Masyarakat dengan Pendidikan Islam
Pendidikan adalah aktifitas khas masyarakat. Ia hanya ada dan berlangsung dalam lingkungan masyarakat manusia. Di satu sisi, pendidikan merupakan yang secara inheren telah melekat dalam tugas kemanusiaan manusia. Di sisi lain, pendidikan juga merupakan sarana atau instrument untuk membentuk dan mewujudkan tatanan masyarakat ideal yang di cita-citakan Islam. Karenanya, masyarakat tidak bisa dipisahkan, dan sebaliknya, pendidikan juga tidak bisa di pisahkan dari masyarakat.
Oleh karena itu, tugas-tugas edukatif yang harus dilaksanakan masayarakat antara adalah:[11]
1.      Mengarahkan diri dan semua anggota masyarakat untuk bertauhid dan bertaqwa kepada Allah swt. (QS. 23: 52)
2.      Masyarakat berkewajiban men-ta’lim, men-ta’dib dan men-tarbiyahkan syariat Allah swt, sebagaimana dilakukan oleh para Nabi dan Rasul. Diantara muatan yang harus dididikkan tersebut adalah agar membacakan ayat-ayat Allah (QS. 13:30), menyeru agar manusia menyembah Allah dan menjauhi thagut (QS. 16: 36), memberi putusan yang adil (QS. 10: 47), membawa berita gembira dan memberi peringatan (QS. 35: 24), dan menjadi saksi bagi sesama ummat (QS. 16: 84 dan 89, QS. 28: 75).
3.      Masyarakat berkewajiban saling menyeru ke jalan Allah dan menganjurkan kepada yang ma’ruf dan mencegah kemungkaran.
4.      Masyarakat harus mendidik sesamanya untuk selalu berlomba-lomba dalam meletakkan kebajikan, sebab diantara rahasia mengapa Allah swt, menjadikan manusia itu berkelompok-kelompok, tidak satu ummat saja adalah untuk menguji dan melihat bagaimana manusia berkompetisi dalam melakukan kebajikan.
5.      Masyarakat berkewajiban membagi rahmat Allah swt, atau berkorban untuk sesamanya, karena sesungguhnya Allah swt, telah mensyariatkan hal-hal yang demikian.
6.      Masyarakat harus menegakkan sikap adil agar mereka bisa menjadi saksi terhadap perbuatan sesamanya, sebagaimana Rasul diutus Allah swt, untuk menjadi saksi atas perbuatan yang mereka lakukan.
7.      Masyarakat berkewajiban mendidikkan tanggung jawab pada setiap warganya, sebab mereka hanya hidup dalam suatu rentang waktu. Suatu saat ajal akan menjemput tanpa dapat diundur atau dimajukan. Akan ada masa dimana setiap ummat akan melihat buku catatan amalnya dan menerima balasan terhadap segala sesuatu yang telah dikerjakan.

Adapun hubungan fungsi pendidikan Islam terhadap masyarakat adalah untuk memperbaiki (ishlah) kehidupan masyarakat yang meliputi:[12]
1.      Ishlah al-Aqidah, yaitu memperbaiki akidah umat. Islam telah mampu memperbaiki akidah dari masyarakat yang menyembah berhala kepada agama tauhid. Dalam Islam, zat yang berhak disembah hanyalah Allah swt.
2.      Ishlah al-Ibadah, yaitu memperbaiki cara beribadah. Rasalullah saw, telah memberi contoh bagaimana cara shalat, bagaiman cara puasa, haji dan sebagainya.
3.      Ishlah al-A’ilah, yaitu perbaikan berkeluarga. Pernikahan diatur secermat-cermatnya. Hak dan kewajiban suami istri dijelaskan. Demikian pula hak dan kewajiban anak serta hak dan kewajiban pembantu bila ada. Dalam Islam, kesemuanya akan diminta pertanggung jawaban oleh Allah swt, nantinya.
4.      Ishlah al-‘Adah, yaitu memperbaiki adat. Sebagaimana adat bangsa Arab Jahiliyah yang terkenal buas dan kejam, seperti menguburkan anak-anak mereka yang perempuan hidup-hidup yang dianggap menurunkan derajat perempuan. Islam menegaskan bahwa jiwa manusia mahal sekali dan tidak boleh dibinasakan kecuali dengan hak.
5.      Ishlah al-Mujtama’, yaitu memperbaiki umat manusia, pada umumnya. Masyarakat Islam tidak hanya bergaul dengan sesamanya saja, akan tetapi juga bergaul dengan yang bukan muslim. Hal ini diatur melalui ketentuan yang diperlihatkan oleh Rasulullah saw. Orang-orang Islam harus bergaul secara baik dengan masayarakat non-muslim selama mereka tidak memusuhi umat Islam. Mereka dibiarkan melakukan ibadah menurut keyakinannya masing-masing. Hal ini sesuai dengan firman Allah swt yang menyatakan: “bagimu agamamu, dan bagiku agamaku”















BAB III
KESIMPULAN

-          Dalam al-Qur’an ada beberapa istilah yang digunakan dalam menjelaskan makna masyarakat, yaitu kata ummah dan qoum.
-          Masyarakat adalah sekelompok manusia yang telah cukup lama tinggal di suatu tempat atau didaerah tertentu dengan mempunyai aturan tertentu tentang tata cara hidup mereka menuju satu tujuan yang sama dengan menghasilkan sebuah kebudayaan.
-          Masyarakat Islam adalah suatu masyarakat yang segala sesuatunya bertitik tolak ukur dari Islam dan tunduk pada sistematika Islam. Berangkat dari hal tersebut diatas, maka suatu masyarakat yang tidak diliputi oleh suasana Islam, corak Islam, bobot Islam, prinsip Islam, syariat dan aturan Islam serta berakhlak Islam, bukan termasuk masyarakat Islam.
-          Dasar Pembentukan Masyarakat Islam yaitu: Persaudaraan, Kasih Sayang, Persamaan, Kebebasan, dan Keadilan Sosial.
-          Karakteristik masyarakat Islam yaitu: Beriman, Amar Ma’ruf dan Nahi Munkar, Musyawarah, Keadilan, Persaudaraan, Toleransi.
-          Hubungan masyarakat dengan pendidikan, yaitu: masyarakat berkewajiban dan bertanggung jawab dalam mendidik dan mengajari anak dalam lingkungan nonformal.











DAFTAR PUSTAKA
Idi,Abdullah. Sosiologi Pendidikan Individu, Masyarakat dan Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo
Muthahhari, Murthadha. 1986. Masyarakat dan Sejarah, terj. M. Hashem, judul asli Society and History. Bandung: Mizan
Nata,Abuddin. 2008.Tafsir Ayat-Ayat Pendidikan. Jakarta: Rajawali Pers
Quthb,Mohammad. 1993. Islam Ditengah Pertarungan Tradisi. Mizan: Bandung
Ramayulis dan Samsul Nizar. 2009. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mulia
Salminawati, 2011. Filsafat Pendidikan Islam. Bandung: Citapustaka Media Perintis
Shihab,Quraish. 1999.Wawasan Al-Qur’an. Bandung: Mizan
Soekanto, Soerjono. 1966. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: UI Press
Syafii Antonio,Muhammad.2010. Ensiklopedia Leadership dan Manajemen Muhammad saw “The Super Leader Super Manager”. Jakarta: Tazkia Publishing



[1][1]Abuddin Nata, Tafsir Ayat-Ayat Pendidikan, (Jakarta: Rajawali Pers, 2008), hal. 234
[2][2]Abdullah Idi, Sosiologi Pendidikan Individu, Masyarakat dan Pendidikan, (Jakarta: Raja Grafindo), hal. 38
[3]Murthadha Muthahhari, Masyarakat dan Sejarah, terj. M. Hashem, judul asli Society and History, (Bandung: Mizan, 1986), hal. 15
[4]Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: UI Press, 1966), hal. 91
[5][5]Mohammad Quthb, Islam Ditengah Pertarungan Tradisi,(Mizan: Bandung, 1993), hal. 186
[6][6]Ramayulis dan Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2009), hal 66-67
[7][7]Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an, (Bandung: Mizan, 1999), hal. 110
[8][8]Salminawati, Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: Citapustaka Media Perintis, 2011), hal. 69
[9][9]Ramayulis dan Samsul Nizar, Ibid, hal 68
[10][10] Muhammad Syafii Antonio, Ensiklopedia Leadership dan Manajemen Muhammad saw “The Super Leader Super Manager”, (Jakarta: Tazkia Publishing, 2010), hal. 92
[11][11]Salminawati, Ibid, hal. 76
[12][12]Ramayulis dan Samsul Nizar, Ibid, hal. 72
Baca selengkapnya »»  

Minggu, 17 Februari 2013

Bahasan Tentang TAFSIR, TAKWIL dan TERJEMAH


PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Saat Rosulullah saw masih hidup, para sahabat langsung menanyakan persoalan persoalan yang tidak jelas kepada rosul. Setelah wafatnya mereka harus melakukan ijtihat, khususnya orang orang yang memiliki kemampuan, seperti Ali bin Abi Tholib dan lainnya. Namun dalam ayat-ayat Al-Qur’an, tidak semua dapat dijangkau maksudnya secara pasti. Hal ini lah kemudian menimbulkan keaneragaman penafsiran, tidak terkecuali sahabat nabi yang secara umum menyaksikan sendiri turunya wahyu, mengetahui konteks nya, serta memahami secara alamiah struktur bahasa dan arti kosa katanya, tidak jarang berbeda pendapat atau bahkan keliru dalam memahami firman firman Allah yang mereka dengar atau mereka baca.

Dalam rangka penafsiran ayat-ayat Al-Qur’an dengan tujuan untuk memahami maksud redaksi tak jarang dilakukan penakwilan terhadap ayat-ayat yang tidak mampu di pahami dengan penafsiran. Dengan demikian, betapa pentingnya aspek penafsiran dan penakwilan ayat-ayat Al-Qur’an, lalu apa bedanya, batas kebebasan, pengertian tafsir dan takwil. Hal inilah yang akan kami bahas dalam makalah ini.

B. Rumusan masalah

1. Apakah yang dimaksud dengan tafsir, takwil dan terjemah ?

2. Apa perbedaan antara tafsir, takwil, dan terjemah ?

3. Apa saja syarat dan adab yang harus dimiliki seorang mufassir ?




Baca selengkapnya »»  

Pelayanan Anak Berkesulitan Belajar



Dalam rangka usaha mengatasi kesulitan belajar tidak bisa diabaikan dengan kegiatan mencari faktor-faktor yang diduga sebagai penyebabnya. Karena itu, mencari sumber-sumber penyebab utama dan sumber-sumber penyebab penyerta lainnya mutlak dilakukan secara akurat, efektif dan efisien.

A. Faktor Penyebab Kesulitan Belajar

Secara garis besar, faktor-faktor penyebab timbulnya kesulitan belajar terdiri atas dua macam, yaitu:

1. Faktor intern anak didik, yang meliputi gangguan atau kekurang mampuan psikofisik anak yakni:

a. Yang bersifat kognitif, yaitu rendahnya kapasitas intelektual.

b. Ranah afektif, yaitu labilnya emosi dan sikap.

c. Ranah psikomotor (ranah karsa) seperti terganggunya alat-alat indra penglihat dan pendengar.

2. Faktor ekstern anak didik;

a. Lingkungan keluarga (hubungan tidak harmonis).

b. Lingkungan masyarakat (lingkungan yang kumuh, teman yang nakal).

c. Lingkungan sekolah (dekat pasar, guru yang urang profesional, fasilitas dan lain-lain).

Selain faktor diatas, ada pula faktor khusus yang menimbulkan kesulitan belajar pada anak didik, yaitu sindrom psikologis berupa learning disability (ketidak mampuan belajar). Sindrom (syndrome) berarti satuan gejala yang muncul sebagai indikator adanya keabnormalan psikis yang menimbulkan kesulitan belajar anak didik. Sindrom itu misalnya:

1. Dyslexia, yaitu ketidak mampuan belajar membaca.

2. Dysgraphia, yaitu ketidak mampuan belajar menulis.

3. Dyscalculia, yaitu ketidak mampuan belajar matematika.

Anak didik yang memiliki sindrom-sindrom diatas secara umum sebenarnya memiliki IQ yang normal bahkan diantaranya ada yang memiliki kecerdasan di atas rata-rata. Oleh karenanya, kesulitan belajar anak didik yang menderita sindrom-sindrom tadi mungkin hanya disebabkan oleh adanya gangguan-gangguan ringan pada otak (minimal) brain dysfunction.

B. Usaha Mengatasi Kesulitan Belajar

Secara garis besar, langkah-langkah yang pelu ditempuh dalam rangka usaha mengatasi kesulitan belajar anak didik, dapat dilakukan melalui enam tahap, yaitu sebagai berikut :

1. Pengumpualan Data

Usaha yang dapat dilakukan dalam pengumpulan data bisa melalui kegiatan sebagai berikut :

a. Kunjungan rumah.

b. Case study.

c. Case history.

d. Daftar pribadi.

e. Meneliti pekerjaan anak.

f. Meneliti tugas kelompok.

g. Melakukan tes, baik tes IQ maupun tes prestasi.

Dalam pelaksanaannya, semua meyode ini tidak mesti digunakan bersama-sama, tetapi tergantung pada masalahnya, kompleks atau tidak. Semakin rumit masalahnya, maka semakin banyak kemungkinan metode yang dapat digunakan.

2. Pengolahan Data

Data yang telah terkumpul tidak akan ada artinya jika tidak diolah secara cermat. Faktor-faktor penyebab kesulitan belajar anak didik jelas tidak dapat diketahui, karena data yang terkumpul itu masih mentah, belum dianalisis dengan seksama. Langkah-langkah yang dapat ditempuh dalam rangka pengolahan data adalah sebagai berikut :

a. Identifikasi kasus.

b. Membandingkan antarkasus.

c. Membandingkan dengan hasil tes.

d. Menarik kesimpulan.

3. Diagnosis

Adalah keputusan (penentuan) mengenai hasil dari pengolahan data. Diagnosis dapat berupa hal-hal sebagai berikut:

a. Keputusan mengenai jenis kesulitan belajar anak didik yaitu berat dan ringannya tingkat kesulitan yng dirasakan anak didik.

b. Kepuusan mengenai faktor-faktor yang ikut menjadi sumber penyebab kesulitan belajar anak didik.

c. Keputusan menganai faktor utama yang menjadi sumber penyebab kesulitan belajar anak didik.

4. Prognosis

Keputusan yang diambil berdasarkan hasil diagnosis menjadi dasar pijakan dalam kegiatan progsis. Dalam prognosis dilakukan kegiatan penyusunan program dan penetapan ramalan mengenai bantuan yang harus diberikan kepada anak utuk membantunya keluar dari kesulitan belajar.

Dalam penyusunan program bantuan terhadap anak didik yang berkesulitan belajar dapat diajukan pertanyaan-pertanyaan dengan menggunakan rumus 5W + 1H.

5. Treatment

Adalah perlakuan. Perlakuan disini dimaksudkan adalah pemberian bantuan kepada anak didik yang mengalami kesulitan belajar sesuai dengan program yang telah disusun pada tahap prognosis. Bentuk treatment yang mungkin dapat diberikan adalah:

a. Melalui bimbingan belajar individual.

b. Melalui bimbingan belajar kelompok.

c. Melalui remidial teaching untuk mata pelajaran tertentu.

d. Melalui bimbingan orang tua di rumah.

e. Pemberian bimbingan pribadi untuk mengatasi masalah-masalah psikologis.

f. Pemberian bimbingan mengenai cara belajar yang baik secara umum.

g. Pemberian bimbingan mengenai cara belajar yang baik sesuai dengan karakteristik setiap mata pelajaran.

6. Evaluasi

Evaluasi disini dimaksudkan untuk mengetahui apakah treatment yang telah diberikan berhasil dengn baik. Artinya ada kemajuan, yaitu anak dapat dibantu keluar dari lingkaran masalah kesulitan belajar atau gagal sama sekali. Kemungkinan gagal atau berhasil treatment yang telah diberikan kepada anak, dapat diketahui sampai sejauh mana kebenaran jawaban anak terhadap item-item soal yang diberikan dalam jumlah tertentu dan dalam materi tertentu melalui ala evaluasi berupa tes prestasi belajar atau achievement test. Bila jawaban anak sebagian besar banyak yang salah, itu sebagai pertanda bahwa treatment gagal. Karenanya, perlu pengecekan kembali degan cara mencari faktor-faktor penyebab dari kegagalan itu. Ada kemungkinan data yang terkumpul kurang lengkap, progam yang disusun tidak jelas dan tepat, atau diagnosis yang diambil tidak akurat karena kesalahan membaca data, sehingga berdampak langsung pada treatment yang bias.

Agar tidak terjadi kesalahan pengertian, disini perlu ditegaskan bahwa pengecekan kembali hanya dilakukan bila terjadi dikegagalan treatment berdasarkan evaluasi, dimana hasil prestasi belajar anak didik masih rendah, di bawah standar. Dalam rangka pengecekan kembali atas kegagalan treatment, secara teoritis langkah-langkah yang perlu ditempuh adalah sebagai berikut:

a. Re-ceking data (baik yang berhubungan dengan masalah pengumpulan maupun pengolahan data).

b. Re-diagnosis.

c. Re-prognosis.

d. Re-treatment.

e. Re-evaluasi.

Bila treatment gagal harus diulang. Kegagalan treatmen kedua harus diulangi dengan treatment berikutnya. Begitulah seterusnya sampai benar-benar dapat mengeluarkan anak didik dari kesulitan belajar. Tetapi bila gagal dan selalu adalah kebodohan, itu jangan sampai terjadi. Sebab satu masalah belum selesai, maka masalah lain masih menunggu untuk ditangani.


Daftar Pustaka

Dalyono, M. 1997. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta

Denim, Sudarwan. Khairil. 2011. Psikologi Pendidikan. Bandung: CV Alfabebeta

Djamarah, Syaiful Bahri. 2008. Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta

Rahmah, Noer. 2012. Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: Teras Sleman Yogya

Syah, Muhibbin. 2006. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Baca selengkapnya »»  

Minggu, 27 Januari 2013

MODEL PENGEMBANGAN SISTEM INSTRUKSIONAL.


Model KEMP[1]

Terdiri dari 8 langkah :

1. Menentukan tujuan instruksional umum, yaitu tujuan yang ingin dicapai dalam mengajarkan masing-masing pokok bahasan.

2. Membuat analisis tentang karakteristik siswa.

3. Menentukan tujuan instruksional secara spesifik, operasional, dan terukur.

4. Menentukan materi atau bahan pelajaran sesuai dengan tujuan instruksional khusus.

5. Menetapkan penjajagan awal.

6. Menentukan strategi belajar mengajar yang sesuai kriteria umum untuk pemilihan strategi belajar mengajar yang sesuai dengan tujuan instruksional khusus adalah efesien, keefektifan, ekonomis, kepraktisan.

7. Mengkoordinasi sarana penunjang yang diperlukan meliputi biaya, fasilitas, peralatan, waktu dan tenaga.

8. Mengadakan evaluasi.

Model H. Banathy[2]

Terdiri dari 6 langkah :

1. Merumuskan tujuan (formulate objctives).

2. Mengembangkan tes (develop test).

3. Menganalisis kegiatan belajar (analyze learning task).

4. Mendesain sistem instruksional (design system).

5. Melaksanakan kegiatan dan mengetes hasil.

6. Mengadakan perbaikan (change to improve).

Model PPSI[3]

Terdiri dari 5 langkah :

1. Merumuskan tujuan instruksional khusus.

2. Menyusun alat evaluasi.

3. Menetukan kegiatan belajar dan materi pelajaran.

4. Merencanakan program kegiatan.

5. Melaksanakan program. Langkah yang perlu dilakukan dalam fase ini adalah :

a) mengadakan tes awal.

b) menyampaikan materi pelajaran.

c) mengadakan evaluasi tes akhir.

Model Dick and Carrey[4]

Terdiri dari 10 langkah :

1. Mengidentifikasi tujuan umum pengajaran.

2. Mengadakan analisis pembelajaran.

3. Mengidentifikasi tingkah laku masukan dan karakteristik mahasiswa.

4. Merumuskan tujuan performansi.

5. Mengembangkan butir-butir tes acuan patokan.

6. Mengembangkan strategi pembelajaran.

7. Mengembangkan dan memilih materi pembelajaran.

8. Mendesain dan melaksanakan evaluasi formatif.

9. Merevisi bahan pembelajaran.

10. Mendesain dan melaksanakan evaluasi sumatif.

Model Gerlach and Ely[5]

Terdiri dari 10 langkah :

1. Spesifikasi isi pokok bahasan.

2. Spesifikasi tujuan pembelajaran.

3. Pengumpulan dan penyaringan data tentang siswa.

4. Penentuan cara pendekatan, metode dan teknik mengajar.

5. Pengelompokan siswa.

6. Penyediaan waktu.

7. Pengaturan ruangan.

8. Pemilihan media atau sumber belajar.

9. Evaluasi.

10. Analisis umpan balik.

Model Ropes (review, overview, presentation, exercise, summary).

Terdiri dari 5 langkah :

1. Review, kegiatan ini dilakukan dalam waktu 1-5 menit.

2. Overview, kegiatan ini dilakukan dalam waktu 2-5 menit.

3. Presentation, tahap ini merupakan inti dari proses pembelajaran.

4. Exercise, yaitu suatu proses untuk memberikan kesempatan pada siswa mempraktekkan apa yang telah mereka pahami.

5. Summary, untuk memperkuat apa yang lebih mereka pahami dalam proses pembelajaran.


DAFTAR PUSTAKA

Mudhoffir, Drs. 1996. Teknologi Instruksional. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Hamzah B, Dr. 2008. Perencanaan Pembelajaran. Jakarta: PT Bumi Aksara

Rusman, Dr. 2009. Manajemen Kurikulum. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

[1] Teknologi Instruksional, Drs. Mudhoffir.1996. hal 37-43.

[2] Idem.

[3] Idem.

[4] Perencanaan Pembelajaran, Dr. Hamzah B. 2008. hal 23-33.

[5] Manajemen Kurikulum, Dr Rusman. 2009. hal 237.

Baca selengkapnya »»  

Rabu, 05 Desember 2012

Seputar Masalah Zakat


PEMBAHASAN

A. Pengertian

Menurut bahasa ialah tumbuh, suci dan berkah. Firman Allah swt :



“Pungutlah zakat dari hartabenda mereka, yang akan membersihkan dan mensucikan mereka.” (Q.S At-Taubah: 103).

Sedangkan menurut istilah adalah nama atau sebutan dari sesuatu hak Allah swt yang dikeluaran seseorang kepada fakir misin. Dinamakan zakat, karena di dalamnya terkandung harapan untuk beroleh berkat, membersihkan jiwa dan memupuknya dengan berbagai kebajikan.[1]



B. Sejarah Pensyariatan

Pada peringkat permulaan Islam, zakat diwajibkan di Mekah. Hal ini banyak diterangkan di dalam nas Al-Quran yang turun dalam period Mekah. Namun kewajipan tersebut diperintahkan secara umum dengan tidak diperincikan jenis-jenis zakat, apakah harta yang diwajibkan zakat serta kadar yang wajib dikeluarkan. Persoalan ini diserahkan kepada budi bicara dan timbang rasa masyarakat Islam di Mekah pada masa itu. Jika mereka seorang yang kaya, berharta dan ingin berzakat, mereka boleh mengeluarkan apa saja dengan kadar yang mereka mau berikan.

Setelah penghijrahan Baginda SAW ke Madinah, umat Islam semakin kuat dan negara Islam mula dibentuk. Pada tahun kedua hijrah, zakat disyariatkan dalam bentuk yang lengkap sempurna dengan penerangan tentang harta yang dikenakan zakat, kadar yang wajib dikeluarkan, golongan yang berhak menerimanya dan segala hukum-hakam yang berkaitan.[2]

C. Syarat-syarat Zakat

Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi dalam masalah kewajiban zakat. Syarat tersebut berkaitan dengan muzakki (orang yang mengeluarkan zakat) dan berkaitan dengan maal (harta).[3]

i. Berkaitan dengan muzakki :

1. Islam. Rasulullah bersabda:



Berkata Abu Bakar Ash-Shiddiq (kepada penduduk Bahrain) : “Inilah sedekah yang diwajibkan Rasulullah saw atas orang-orang Muslim.”[4]

2. Merdeka. Rasulullah bersabda:



“Orang Muslim tidak wajib zakat atas budak/hamba dan kudanya.”[5]

Adapun anak kecil dan orang gila, jika memiliki harta dan memenuhi syarat-syaratnya, masih tetap dikenai zakat yang nanti akan dikeluarkan oleh walinya. Pendapat ini adalah pendapat terkuat dan dipilih oleh mayoritas ulama.

ii. Berkaitan dengan harta yang dikeluarkan :

1. Harta tersebut dimiliki secara sempurna.

Adalah harta tersebut adalah milik di tangan individu dan tidak berkaitan dengan hak orang lain, atau harta tersebut disalurkan atas pilihannya sendiri dan faedah dari harta tersebut dapat ia peroleh.

2. Harta tersebut adalah harta yang berkembang.

Yang dimaksudkan di sini adalah harta tersebut mendatangkan keuntungan dan manfaat bagi si empunya atau harta itu sendiri berkembang dengan sendirinya. Oleh karena itu, para ulama membagi harta yang berkembang menjadi dua macam:

a. Harta yang berkembang secara hakiki (kuantitas), seperti harta perdagangan dan hewan ternak hasil perkembangbiakan.

b. Harta yang berkembang secara takdiri (kualitas).



3. Harta tersebut telah mencapai nishob.

Nishob adalah ukuran minimal suatu harta dikenai zakat. Untuk masing-masing harta yang dikenai zakat, ada ketentuan nishob masing-masing.

4. Telah mencapai haul (harta tersebut bertahan selama setahun).

Artinya harta yang dikenai zakat telah mencapai masa satu tahun atau 12 bulan Hijriyah. Rasulullah bersabda:



“Tidaklah ada (wajib) zakat pada harta seseorang sebelum sampai satu tahun dimilikinya.”[6]

Syarat ini berlaku bagi zakat pada mata uang dan hewan ternak. Sedangkan untuk zakat hasil pertanian tidak ada syarat haul. Zakat pertanian dikeluarkan setiap kali panen.

5. Harta tersebut merupakan kelebihan dari kebutuhan pokok.



D. Zakat Maal (Harta)

Adalah zakat yang dikenakan atas harta (Maal) yang dimiliki oleh individu atau lembaga dengan syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan secara hukum (syara’).[7]

Macam-macam zakat maal dibedakan atas obyek zakatnya antara lain:[8]

1. Hewan ternak. Meliputi semua jenis dan ukuran ternak.

2. Hasil pertanian. Allah SWT berfirman:



“Hai orang-orang beriman! Nafkahkanlah sebagian dari hasil tanaman usahamu yang baik-baik, begitupun sebagian dari apa yang Kami keluarkan untukmu dari perut bumi.” (Q.S Al-Baqarah: 267).

Hasil pertanian yang dimaksud adalah hasil tanaman dan buah-buhan.

3. Emas dan Perak.[9] Meliputi harta yang terbuat dari emas dan perak dalam bentuk apapun.

4. Harta Perniagaan. Rasulullah bersabada:



“'Hendaklah engkau periksa setiap kaum muslimin yang lewat, lalu ambillah (zakat) dari barang yang akan mereka perdagangkan.”[10]

Harta perniagaan adalah semua yang diperuntukkan untuk diperjual-belikan dalam berbagai jenisnya, baik berupa barang seperti alat-alat, pakaian, makanan, perhiasan, dll. Perniagaan disini termasuk yang diusahakan secara perorangan maupun kelompok/korporasi.

5. Hasil Tambang (Ma'din).

“Bahwa Rasulullah saw menetapkan barang tambang Al Qabiliyyah untuk Bilal bin Al Harits Al Muzani, yakni tempat yang berada di tepi pantai, dan hingga hari ini barang tambang tersebut tidak diambil kecuali untuk zakat.”[11]



Meliputi hasil dari proses penambangan benda-benda yang terdapat dalam perut bumi/laut dan memiliki nilai ekonomis seperti minyak, logam, batu bara, mutiara dll.

6. Barang Temuan (Rikaz). Rasulullah bersabda:



"Zakat pada barang temuan (harta karun) adalah seperlima."[12]

Yakni harta yang ditemukan dan tidak diketahui pemiliknya (harta karun).

E. Zakat Fitrah

Ialah zakat yang waji disebabkan berbuka dari puasa Ramadhan, serta hukumnya wajib atas setiap diri Muslimin, baik kecil atau dewasa, laki-laki atau perempuan, hamba atau merdeka. Rasulullah bersabda:

Ibnu Umar r.a berkata, “Rasulullah saw mewajibkan zakat fitrah satu sha’[13] kurma atau satu sukat padi atas semua orang Muslim, hamba sahaya, orang merdeka, laki-laki, perempuan, kecil dan dewasa, dan Beliau memerintahkan agar zakat itu diberikan sebelum orang-orang keluar melakukan shalat.”[14]

Kata fitrah yang ada merujuk pada keadaan manusia saat baru diciptakan sehingga dengan mengeluarkan zakat ini manusia dengan izin Allah akan kembali fitrah.



DAFTAR PUSTAKA

Sabiq, Sayyid. 1982. Fikih Sunnah 3. Bandung: PT Al-Ma’arif

Al-Asqalani, Al-Hafizh Ibnu Hajar. 2000. Terjemahan Bulughul Maram. Jakarta: Pustaka Amani

Rasjid, Sulaiman. 1955. Fiqh Islam. Jakarta: At-Tahirijah

Basmeh, Abdullah Muhammad. 1995. Mastika Hadis Rasulullah. Jakarta: PT Al-Ma’arif


[1] Lihat Fikih Sunnah(3/5)

[2] Lihat Mastika Hadis Rasulullah(3/151).

[3] Lihat Fiqh Islam.

[4] HR. Bukhari.

[5] HR. Bukhari. Dan menurut riwayat Muslim disebutkan, “tidak wajib zakat kepada hamba kecuali zakat fitrah.”

[6] HR. Daruquthni. Dari Ibnu Umar r.a.

[7] Lihat Fiqh Islam.

[8] Lihat Fikih Sunnah(3/29).

[9] Dalil lihat Qur’an Surat At-Taubah ayat 34-35.

[10] HR. Imam Malik di dalam Kitabnya Al-Muwatha’.

[11] Idem.

[12] Idem.

[13] Satu sha’ = 4 mud (kira-kira 3 1/3 liter).

[14] Mutafaqqun ‘Alaih. Lihat Bulughul Maram. Hadist ke-647, menunjukkan bahwa:

a. Zakat fitrah satu sha’ dari bahan makanan pokok.

b. Zakat fitrah diwajibkan bagi seluruh umat Islam.

c. Zakat fitrah harus dikeluarkan sebelum menunaikan shalat Idul Fitri.
Baca selengkapnya »»