PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Saat Rosulullah saw masih hidup, para sahabat langsung menanyakan persoalan persoalan yang tidak jelas kepada rosul. Setelah wafatnya mereka harus melakukan ijtihat, khususnya orang orang yang memiliki kemampuan, seperti Ali bin Abi Tholib dan lainnya. Namun dalam ayat-ayat Al-Qur’an, tidak semua dapat dijangkau maksudnya secara pasti. Hal ini lah kemudian menimbulkan keaneragaman penafsiran, tidak terkecuali sahabat nabi yang secara umum menyaksikan sendiri turunya wahyu, mengetahui konteks nya, serta memahami secara alamiah struktur bahasa dan arti kosa katanya, tidak jarang berbeda pendapat atau bahkan keliru dalam memahami firman firman Allah yang mereka dengar atau mereka baca.
Dalam rangka penafsiran ayat-ayat Al-Qur’an dengan tujuan untuk memahami maksud redaksi tak jarang dilakukan penakwilan terhadap ayat-ayat yang tidak mampu di pahami dengan penafsiran. Dengan demikian, betapa pentingnya aspek penafsiran dan penakwilan ayat-ayat Al-Qur’an, lalu apa bedanya, batas kebebasan, pengertian tafsir dan takwil. Hal inilah yang akan kami bahas dalam makalah ini.
B. Rumusan masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan tafsir, takwil dan terjemah ?
2. Apa perbedaan antara tafsir, takwil, dan terjemah ?
3. Apa saja syarat dan adab yang harus dimiliki seorang mufassir ?
PEMBAHASAN
A. Pengertia Tafsir, Takwil, dan Terjemah
1. TAFSIR
Kata tafsir diambil dari kata yang berarti keteranagn atau uraian. Al-jurjani berpendapat bahwa tafsir menurut bahasa adalah “Al-kasf wa Al izhar” yang menyingkap (membuka) dan melahirkan.[1] Pada dasarnya, pengertian tafsir berdasarkan bahasa tidak lepas dari kandungan makna Al-idhah (menjelaskan), Al-bayan (menampakan), Al-kasyf (mengungkapkan), Al-izhar (menampakkan), dan Al-ibanah (menjelaskan).
Adapun pengertian tafsir menurut istilah, para ulama merpendapat, antara lain sebagai berikut:
a. Menurut Al-Kilabi dalam At-Tashil
Tafsir adalah menjelaskan al-quran, menerangkan maknanya dan menjelaskan apa yang dikehendaki dengan nashnya atau dengan isaratnya atau tujuannya.[2]
b. Menurut syekh Al-Jazairi dalam Shahib At-Taujih
Tafsir adalah menjelaskan lafadz yang sukar dipahami oleh pendengar dengan mengemukakan lafadz sinonimnya atau makna yang mendekatinya, atau dengan jalan mengemukakan salah satu dilalah lafadz tersebut.[3]
c. Menurut Abu Hayyan
Tafsir adalah ilmu mengenai cara pengucapan lafadz lafadz al-quran serta cara mengungkapkan petunjuk, kandungan kandungan hokum, dan makna makna yang terkandung didalamnya .[4]
d. Menurut Az-Zarkasyi
Tafsir adalah ilmu yang digunakan untuk memahami dan menjelaskan makna makna kitab Allah yang diturunkan kepada Nabi-Nya, Muhammad SAW, serta menyimpulkan kandungan kandungan hukum dan hikmahnya.[5]
Berdasarkan beberapa rumusan yang dikemukakan para ulama, dapat ditarik kesimpulan bahwa dasarnya, tafsir adalah suatu hasil tanggapan, penalaran, dan ijtihad manusia untuk menyingkap nilai nilai samawi yang terdapat dalam al-Quran.
Klasifikasi tafsir ada dua macam yaitu:
1. Tafsir bi Al-Ma’syur
Adalah penafsiran Al-quran yang mendasarkan pada penjelasan Alquran sendiri, penjelasan rosul, sahabat melalui ijtihadnya, dan perkataan tabiin.[6]
2. Tafsir bi Ar-Ra’yi
Adalah penafsiran Al-Qur’an dengan ijtihad setelah terlebih dahulu si mufassir bersangkutan mengetahui metode yang digunakan orang-orang Arab ketika berbicara dan mengetahui kosa kata Arab beserta muatan-muatan artinya.[7]
2. TAKWIL
Takwil menurut bahasa adalah menerangkan, menjelaskan. Al-Qaththan dan Al-Jurjaji berpendapat bahwa arti takwil menurut bahasa adalah “Al-ruju’ ila Al-ashl” (berarti kembali pada pokoknya).[8] Sedangkan menurut Az-Zarkani takwil sama dengan arti tafsir.[9]
Adapun menurut istilah menurut takwil, ulama berpendapat, antara lain:
a. Menurut Al-Jurzani:
Takwil adalah memalingkan suatu lafaldz dari makna lahirnya terhadap makna yang dikandungnya, apabila makna alternatife yang di pandangnya sesuai dengan ketentuan Al-kitab dan As-Sunah.[10]
b. Menurut ulama salaf:
“Menafsirkan dan menjelaskan makna suatu ungkapan, baik bersesuai denagn makna lahirnya ataupun bertentanga”. Definisi takwil ini sama dengan definisi tafsir. Dalam pengertian ini pula, At-Thabari menggunakan istilah takwil di dalam kitab tafsirnya.
“Hakikat sebenarnya yang di kehendaki suatu ungkapan”.[11]
c. Menurut ulama khalaf
Takwil adalah mengalihkan suatu lafaldz dari maknanya yang rajah pada makna yang merajuh karena ada indikasi untuk itu.
Jadi takwil menurut istilah adalah mengembalikan sesuatu pada maksud yang sebenarnya, yakni menerangkan apa yang dimaksudnya.[12]
Jadi, menakwilkan Al-Quran adalah membelokan atau memalingkan lafaldz-lafaldz atau kalimat-kalimat yang ada dalam Al-Qur’an dari makna lahirnya pada makna lainya, sehingga dengan demikian pengertian yang diperoleh lebih cocok dan sesuai dengan jiwa ajaran Al-Qur’an dan sunah Rasulullah saw.
3. TERJEMAH
Arti terjemah menurut bahasa adalah “salinan dari suatu bahasa ke bahasa yang lain”.[13] Atau berarti mengganti, menyalin, memindahkan kalimat dari bahasa satu ke bahasa lain.
Adapun terjemah Al-Qur’an menurut Ash-Shabuni sebagai berikut :
“memindahkan Al-Quran kepada bahasa lain yang bukan bahasa arab dan mencetak terjemah ini ke dalam beberapa naskah agar bisa di baca kepada orang yang tidak bisa bahasa arab sehingga ia dapat memahami kitab Allah SWT. Dengan perantara terjemahan ini”.[14]
Macam-macam terjemah :
1. Terjemah maknawiyyah tafsiriyyah,
2. Terjemah harfiyah bi Al-mitsli,
3. Terjemah bi dzuni Al-mistli.
TAFSIR
1. Al-Raghif Al-Ashfahani: lebih umum dan lebih banyak di gunakan untuk lafaldz dan kosa kata dalam kitab-kitab yang diturunkan Allah dan kitab-kitab lainnya.
2. Menerangkan lafaldz yang tak menerima selain dari satu arti.
3. Al-Martudi: Menetapkan apa yang di kehendaki ayat dan menetapkan demikian yang dikehendaki oleh Allah SWT.
4. Abu Thalib Ats-Tsa’labi: Menerangkan makna lafaldz, baik berupa hakikat atau majaz.
1. Al-Raghif Al-Ashfahani: lebih banyak dipergunakan untuk makna dan kalimat dalam kitab-kitab yang diturunkan Allah saja.
2. Menetapkan makna yang dikehendaki suatu lafadz yang dapat menerima banyak makna karena aada dalil-dalil yang mendukungnya.
3. Menyeleksi salah satu makna yang mungkin diterima oleh suatu ayat dengan tidak meyakini bahwa itulah yang dikehendaki Allah SWT.
4. Abu Thalib Ats-Tsa’labi : menafsirkan batin lafadz.
B. Syarat dan Adab Mufassir
Secara umum mufassir harus memiliki adab dan syarat sebagai berikut :
1. Pengetahuan dalam bahasa arab dalam berbagai bidang.
2. Pengetahan tentang ilmu-ilmu Al-Qur’an, sejarah turunnya, hadist-hadist Nabi, dan ushul fiqh.
3. Pengetahuan tentang prinsip-prinsip pokok tentang keagamaan.
4. Pengetahuan teentang disiplin ilmu yang mejadi materi bahasan ayat.[16]
PENUTUP
KESIMPULAN
- Tafsir adalah suatu hasil tanggapan, penalaran, dan ijtihad manusia untuk menyingkap nilai nilai samawi yang terdapat dalam al-Quran. Tafsir terbagi dua, yaitu :
1. Tafsir bi Al-Ma’syur
2. Tafsir bi Ar-Ra’yi
- Takwil menurut istilah adalah mengembalikan sesuatu pada maksud yang sebenarnya, yakni menerangkan apa yang dimaksudnya.
- Terjemah adalah memindahkan Al-Quran kepada bahasa lain yang bukan bahasa arab dan mencetak terjemah ini ke dalam beberapa naskah agar bisa di baca kepada orang yang tidak bisa bahasa arab sehingga ia dapat memahami kitab Allah SWT. Dengan perantara terjemahan ini.
- Macam-macam terjemah :
1. Terjemah maknawiyyah tafsiriyyah,
2. Terjemah harfiyah bi Al-mitsli,
3. Terjemah bi dzuni Al-mistli.
- Perbedaan tafsir dan takwil di satu pihak dan terjemah di pihak lain adalah bahwa yang pertama berupaya menjelaskan makna-makna setiap kata di dalam Al-Qur’an, sedangkan yang kedua hanya mengalihkan bahasa Al-Qur’an yang nota bene bahasa arab ke dalam bahasa non arab.
- Syarat dan adab mufassir :
1. Pengetahuan dalam bahasa arab dalam berbagai bidang.
2. Pengetahan tentang ilmu-ilmu Al-Qur’an, sejarah turunnya, hadist-hadist Nabi, dan ushul fiqh.
3. Pengetahuan tentang prinsip-prinsip pokok tentang keagamaan.
4. Pengetahuan tentang disiplin ilmu yang mejadi materi bahasan ayat.
DAFTAR PUSTAKA
Amir, Djafar. 1972. Ushul Fiqih, Semarang: CV. Toha Putra.
Anwar, Abu. 2009. Ulumul Quran Sebuah Pengantar, Pekanbaru: Amzah
Anwar, Rosihon. 2008. Ulumul Al-Qur’an, Bandung: CV. Pustaka Setia.
_________________________________
[1] Al-Jurjaji, At-Ta’rifa, At-Thaba’ah wa An-Nasyr wa At-tauzi’, Jeddah, t. t.,hlm. 63; Muhammad Husein Adz-Dzahabi, At-tafisr wa Al-Mufassirun, juz I, Dar Al-Maktub Al-haditsah, Mesir, 1976, hlm. 13.
[2] Ash shiddieqy, TM Hasbi, Sejarah dan pengantar Ilmu Al-Quran, Jakarta, Bulan Bintang, Bandung, 1994, hlm. 178
[3] Ibid.
[4] Adz-Dzahabi, op. cit, hlm. 14.
[5] Lihat Manna’ Al-Qaththan, Mabahits fi ulum Quran, Mansyurat Al-Ashr Al-Hadist, 1973, hlm. 324.
[6] Abd. Al-Hayy Al-Farmawy, Al-Bidayah fi Tafsiri Al-Maudhu’I, Maktabah Al-Jumhuriyah, Mesir, hlm. 25; Al-Aridh, Sejarah dan Metologi Tafsir, oleh Ahmad Akrom, Rajawali Press, Jakarta, 1992. Hlm. 42-43: Al-Qathan, op. cip., hlm. 347; Musa’id Muslim Abdillah Ali Ja’far, Atsar At-Tathawwur Al-Fikry fi At-Tafsir fi Al-Ashr al ‘Abbasy, Muassasah Ar-Risalah, Beirut, 1984, hlm. 72.
[7] Ibid.
[8] Ibid., hlm. 50.
[9] Muhammad Az-Zarkani, Manahil Al-‘irfan fi ‘ulum Al-Quran, juz I, Isa Al-Baby Al-Halabi, Mesir, t.t., hlm.4-5.
[10] Al-Jurjani, loc. cit.
[11] Adz-Zahabi, op. cit., hlm. 17.
[12] Ibid., hlm. 144.
[13] Poerwadarminta, kamus umum bahasa indonsia, Balai Pustaka, Jakarta, 1984, hlm. 1960.
[14] Mohammad Ali Ash-shabuni, At-Tibyan fi ulum Al-Quran, maktabah Al-Ghazali, Damaskus, 1390, hlm. 277.
[15] Ash Shiddieqy, op. cit., hlm. 181-182
[16] Ibid., hlm., 79.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar