Kamis, 17 Desember 2015

PSIKOLOG PERKEMBANGAN

PERKEMBANGAN ASPEK FISIK, MOTORIK, KOGNITIF, BAHASA, MORAL, SOSIAL, EMOSI DAN AGAMA DARI BAYI HINGGA KANAK-KANAK

A. Perkembangan Aspek Fisik
Daur Pertumbuhan Fisik
Petumbuhan fisik tidak dapat dikatakan mengikuti pola ketetapan yang tertentu. Pertumbuha tesebut terjadi secara bertahap atau dengan kata lain seperti naik turunnya gelombang adakalanya cepat adakalanya lambat.
Daur Pertumbuha Utama
Studi tentang pertumbuhan fisik telah menunjukkan bahwa pertumbuha anak dapat di bagi menjadi 4 periode utama, dua periode ditandai dengan pertumbuhan yang cepat da dua periode lainnya dicirikan oleh pertumbuhan yang lambat. Selama periode pralahir dan 6 bulan setelah lahir, pertumbuhan tubuhnya sagat cepat. Pada akhir tahun pertama kehidupan pasca lahirnya, pertumbuhan memperlihatkan tempo yang sedikit lambat dan kemudian menjadi stabil sampai si anak memasuki tahap remaja, atau tahap kemataga kehidupa seksualnya.
Keanekaragaman Daur Pertumbuhan
Ukuran dan bangun tubuh yag diwariskan secara genetik, juga mempengaruhi laju pertumbuhan tersebut. Anak-anak yang mempunyai bangun tubuh kekar biyasanya akan tumbuh dengan cepat dibandingkan dengan mereka yang bangun tubuhnya kecil atau sedang. Anak-anak dengan bangun tubuh besar ini, biyasanya akan memasuki tahap remaja lebih cepat dari pada teman sebayanya yang mempunyai bangun tubuh lebih kecil.
Besar Kecilnya Ukuran Tubuh
Besar kecilya tubuh seseorang dipengaruhi oleh factor keturunan dan juga factor lingkungan. Faktor keturunan menentukan  cara kerja hormon yang mengatur pertumbuhan fisik yang dikelurka oleh lobus anterior dari kelenjar pituitary, suatu kelejar kecil yang terletak didasar sebelah bawah otak.
Tinggi Tubuh
Anak-anak dengan usia sebaya dapat memparlihatkan tinggi tubuh yang sangat berbeda, tetapi pola pertumbuhan tinggi tubuh mereka tetap mengikuti aturan yang sama. Bila dihitung secara rata-rata, pola ini dapat menggambarkan pertumbuhan anak pada usia tertentu. hal ini dipenganruhi oleh faktor dari dalam (gen) dan faktor dari luar seperti asupan gizi yang memadai untuk pertumbuhan tinggi badan
Berat Tubuh
Rata-rata berat bayi ketika dilahirkan adalah 3 sampai 4 kg, tatapi ada juga beberapa bayi yany beratnya 1½ sampai 2 kg.Pada waktu berusia 2 dan 3 tahun berat tubuh anak akan bertabah 1½ sampai 2 ½ kg setiap tahunnya. Setelah anak berusia 3 tahun, nampak berat tubuh tidak lagi bertambah dengan cepat, bahkan cenderung pelahan sampai saatnya nanti ia memasuki usia remaja. Pada usia 5 tahun, seorang anak yang normal akan memiliki  berat tubuh yang berkisar antara 40 dan 45 kg.
Proporsi Tubuh
Proporsi tubuh atau perbandingan besar kecilnya anggota badan secara keseluruhan pada bayi jelas berbeda dari proporsi orang dewasa. Pertumbuhan tinggi dan berat badan menunjukkan bahwa pertumbuhan tinggi badan anak lebih cepat dari pada pertumbuhan berat badannya. Kecuali pada tahun pertama kehidupan sewaktu ia tumbuh dengan cepat
Tulang
Perkembangan tulang yang terjadi pada setiap manusia biasaya mencakup pertumbuhan tulang, perubahan jumlah tulang, dan perubaha komposisi tulang. Perkembangan tulang ini sejalan dengan kecenderungan pertumbuhan umumnya yaitu pada tahu pertama pertumbuhan cepat sekali, kemudia lambat da pada saat remaja menjadi cepat kembali.
Pertumbuhan tulang terjadi karea memang ada pemajanga pada ujung tulang. Epiphisis, juga disebut tulang rawa memisahka baying tulang atau yang disebut diaphsis dari tulang laiya.
Otot dan Lemak
Pada saat seseorang dilahirkan, dia sudah mempunyai serabut otot, tetapi masih belum berkembang. Setelah kelahiraya, serabut ini akan berubah ukuran, betuk dan komposisi. Pajag, lebar, dan ketebalan otot ini akan mengalami proses pertumbuhan. Memasuki usia dewasa, otot ini telah berkembang sebanyak lima kali dari saat dilahirkan.
Dalam perkembangan pembentukan sel lemak ada tiga periode kriis. Periode pertama selama tiga bulan terakhir kehidupan pra lahir, periode kedua selama dua sampai tiga tahun kehidupa pasca lahir dan periode ke tiga atara usia sebelas sampai tiga belas tahun.
Gigi
Biasanya gigi susu sudah akan memotong graham bayi ketika ia berusia enam sampai delapan bulan, tetapi kapan tepatnya gigi itu tumbuh keluar tergantug pada kesehatan, keturuan, gizi, jenis kelamin anak, dan factor lainnya. Rata-rata anak usia sembilan bulan sudah memilki tiga gigi sedangkan pada usia dua sampai dua setengah tubuh mereka akan memiliki dua puluh gigi susu yang telah tumbuh.
Setelah gigi susu tumbuh sempurna, dalam gusi anak nantinya calon gigi tetap mlai diberi kapur pengguat. Urutan gigi tetap yag diberi kapur penguat ini sama dengan proses terjadinya pemunculan gigi susu. Rata-rata anak berusia enam tahun akan mempunyai satu atau dua gigi tetap, pada usia sepuluh tahun mempunyai empat belas sampai enam belas gigi susu, da pada usia 13 tahun telah memiliki 27 atau 28 gigi tetap. Empat gigi tetap terakir, yang serig disebut sebagai gigi kebijakan akan tumbuh pada usia 17 dan 25 tahun.

B. Perkembangan Aspek Bahasa (berbicara)
Perkembangan bahasa di tingkat pemula ( bayi) dapat dianggap semacam persiapan berbicara.
  1. Pada bulan-bulan pertama, bayi hanya pandai menangis. Dalam hal ini tangisan bayi dianggap sebagai pernyataan rasa tidak senang.
  2. Kemudian ia menangis dengan cara yang berbeda-beda menurut maksud yang hendak dinyatakannya.
  3. Selanjutnya ia mengeluarkan bunyi ( suara-suara ) yang banyak ragamnya. tetapi bunyi-bunyi itu belum mempunyai arti , hanya untuk melatih pernapasan saja.
  4. Menjelang ussia pertengahan di tahu pertama, ia meniru suara-suara yang didengarkannya, kemudian mengulangi suara tersebut, tetapi bukan karna dia sudah mengerti apa yang dikatakan kepadanya.
Ada dua alasan mengapa bayi belum pandai berbicara: pertama, alat-alat bicaranya belum sempurna. Kedua, untuk dapat berbicara, ia memerlukan kemampuan berpikir yang belum dimiliki oleh anak bayi. Kemampuan berbicara dapat dikembangkan melalui belajar dan berkomunikasi dengan orang lain secara timbal balik.
Ditingkat pemula ( bayi ) tidak ada perbedaan perkembangan bahasa antara anak yang tuli dengan anak yang biasa. Anak tuli juga menyatakan perasaan tak senang dengan cara menangis. sedangkan rasa senangnya dinyatakan dengan berbagai macam suara raban, tetapi tingkat perkembangan bahasa yang selanjutnya tidak dialami olehnya. Ia tidak mampu mengulangi suara-suara rabannya dan suara orang lain. Jika ia nanti sudah besar, ia akan menjadi bisu.
Pada mulanya motif anak mempelajari bahasa adalah agar dapat memenuhi:
  1. keinginan untuk memperoleh informasi tentang lingkungannya, diri sendiri, dan kawan-kawannya ini terlihat pada anak usia 2 setengah – 3 tahun.
  2. Memberi perintah dan menyatakan kemauannya.
  3. Pergaulan social dengan orang lain.
  4. Menyatakan pendapat dan ide-idenya.
Perkembangan bahasa seorang anak menurut Clara dan William Stern, ilmuan bangsa Jerman, dibagi dalam empat masa, yaitu: masa kalimat satu kata, masa memberi nama, masa kalimat tunggal dan masa kalimat majemuk.
  1. Kalimat satu kata: satu tahun s.d satu tahun enam bulan
Dalam masa pertama ini seorang anak mulai mengeluarkan suara-suara raban yakni permainan dengan tenggorokan, mulut dan bibir supaya selaput suara menjadi lebih lembut. Selain itu di masa ini seorang anak sudah dapat menirukan suara-suara walaupun tidak begitu sama persis dengan bunyi aslinya. Di masa ini juga mulai terbentuknya satu kata. Anak sudah mulai bisa mengucapkan kata seperti “ibu” dan lainnya.
  1. Masa memberi satu nama: satu setengah tahun s.d dua tahun
Dalam masa kedua ini terjadi masa apa itu, masa dimana mulai timbul suatu dorongan dalam diri seorang anak untuk mengetahui banyak hal. Inilah yang menyebabkan anak akan sering bertanya apa ini? apa itu? siapa ini? dan lainnya. Dan di masa ini kemampuan anak merangkai kata mulai meningkat. Dulu yang hanya bisa satu kata, bertambah menjadi dua kata, tiga kata hingga lebih sempurna.
  1. Masa kalimat tunggal: dua tahun s.d setengah tahun.
Dalam masa ketiga ini terdapat usaha anak untuk dapat berbahasa dengan lebih baik dan sempurna. Anak mulai bisa menggunakan kalimat tunggal serta menggunakan awalan dan akhiran pada kata. Namun tak jarang anak membuat kata-kata baru yang lucu didengar dengan menggunakan caranya sendiri.
  1. Masa kalimat majemuk : dua tahun enam bulan dan seterusnya.
Di tahap ini seorang anak sudah dapat mengucapkan kalimat yang lebih panjang dan sempurna,baik berupa kalimat majemuk dan berupa pertanyaan, sehingga susunan bahasanya terdengar lebih sempurna.



C. Perkembangan Aspek Moral
Untuk mempermudah dalam membahas perkembangan moral, prlu untuk dimengerti arti istilah tersebut.
Perilaku moral berarti perilaku yang sesuai dengan kode moral kelompok sosial. “Moral”berasal dari kata latinyang berarti tatacara, kebiasaan dan adat. Perilaku moral dikendalikan oleh konsep-konsep moral- peraturan perilakuyang telah menjadi kebiasaan bagi anggota suatu budaya dan yang menentukan popla perilaku yang diharapkan dari seluruh anggota kelompok.
Perilaku tak bermoral berarti perilaku yang tidak sesuai dengan harapan sosial. perilaku demikian tidak disebabkan oleh ketidak acuhan akan harapan sosial, melainkan ketidak setujuan dengan standart sosial atau kurang adanya perasaan wajib menyesuaikan diri.
Perilaku amoral berarti perilaku yang lebih disebabkan ketidak acuhan terhadap harapan kelompok sosial dari pada pelanggaran sengaja terhadap standart kelompok. Beberapa diantara perilaku anak kecil lebih bersifat amoral dari pad takbermoral.
Pada saat lahir, tidak ada anak yang memiliki hati nurani atau skala nilai. Akibatnya, tiap bayi yang baru lahir dapat dianggap amoral. Tidak seorang anakpun dapat diharapkan mengembangkan kode moral sendiri. Maka, tiap anak harus diajarkan standart kelompok tentang yang bernar dan yang salah.
Dalam mempelajari sikap moral, terdapat empat pokok utama:
1)      Mempelajari apa yang diharapkan kelompok sosial dari anggotanya sebagaimana dicantumkan dalam hukum, kebiasaan, dan peraturan.
2)      Mengembangkan hati nurani.
3)      Belajar mengalami perasaan bersalah dan rasa malu bila perilaku individu tidak sesuai dengan harapan kelompok.
4)      Mempunyai kesempatan untuk interaksi sosial untuk belajar apa saja yang diharapkan anggota kelompok.


Pola Perkembangan Moral
Menurut Peaget, perkembangan moral terjadi dalam dua tahap. Tahap pertama disebut tahap realisme moral ( moralitas oleh pembatasan”. Tahap kedua disebut moralitas otonomi ( moralitas oleh kerja sama atau hubungan timbal balik)
Dalam tahap yang pertama ini seorang anak menilai tindakan sebagai benar atau salah atas dasar konsekuensinya dan bukan berdasarkan motifasi dibelakangnya. Moral anak otomatis mengikuti peraturan tanpa berfikir atau menilai, dan cendrung menganggap orang dewasa yang berkuasa sebagai maha kuasa. Yang paling penting menurut Piaget bahwa anak menilai suatu perbuatan benar atu salah berdasarkan hukuman bukan  pada nilai moralnya.
Di tahap kedua perkembangan kognitif anak telah terbentuk sehingga dia dapat mempertimbangkan semua cara yang mungkin untuk memecahkan masalah tertentu. Anak mulai dapat melihat masalah dari berbagai sudut pandang dan dapat mempertimbangkan berbagai faktor untuk memecahkan masalah.


D. PERKEMBANGAN AGAMA
1).  Perkembangan Jiwa Beragama
Dalam rentang kehidupan terdapat beberapa tahap perkembangan. Menurut Kohnstamm, tahap perkembangan kehidupan manusia dibagi menjadi lima periode, yaitu:
1. Umur 0 – 3 tahun, periode vital atau menyusuli.
2. Umur 3 – 6 tahun, periode estetis atau masa mencoba dan masa bermain.
3. Umur 6 – 12 tahun, periode intelektual (masa sekolah)
4. Umur 12 – 21 tahun, periode social atau masa pemuda.
5. Umur 21 tahun keatas, periode dewasa atau masa kematangan fisik dan psikis seseorang.
Elizabeth B. Hurlock merumuskan tahap perkembangan manusia secara lebih lengkap sebagai berikut:
1. Masa Pranatal, saat terjadinya konsepsi sampai lahir.
2. Masa Neonatus, saat kelahiran sampai akhir minggu kedua.
3. Masa Bayi, akhir minggu kedua sampai akhir tahun kedua.
4. Masa Kanak- Kanak awal, umur 2 – 6 tahun.
5. Masa Kanak- Kanak akhir, umur 6 – 10 atau 11 tahun.
6. Masa Pubertas (pra adolesence), umur 11 – 13 tahun
7. Masa Remaja Awal, umur 13 – 17 tahun. Masa remaja akhir 17 – 21 tahun.
8. Masa Dewasa Awal, umur 21 – 40 tahun.
9. Masa Setengah Baya, umur 40 – 60 tahun.
10. Masa Tua, umur 60 tahun keatas.
2. Agama Pada Masa Anak- Anak
Sebagaimana dijelaskan diatas, yang dimaksud dengan masa anak- anak adalah sebelum berumur 12 tahun. Jika mengikuti periodesasi yang dirumuskan Elizabeth B. Hurlock, dalam masa ini terdiri dari tiga tahapan:
1. 0 – 2 tahun (masa vital)
2. 2 – 6 tahun (masa kanak- kanak)
3. 6 – 12 tahun (masa sekolah)
Anak mengenal Tuhan pertama kali melalui bahasa dari kata- kata orang yang ada dalam lingkungannya, yang pada awalnya diterima secara acuh. Tuhan bagi anak pada permulaan merupakan nama sesuatu yang asing dan tidak dikenalnya serta diragukan kebaikan niatnya. Tidak adanya perhatian terhadap tuhan pada tahap pertama ini dikarenakan ia belum mempunyai pengalaman yang akan membawanya kesana, baik pengalaman yang menyenangkan maupun yang menyusahkan. Namun, setelah ia menyaksikan reaksi orang- orang disekelilingnya yang disertai oleh emosi atau perasaan tertentu yang makin lama makin meluas, maka mulailah perhatiannya terhadap kata tuhan itu tumbuh.
Perasaan si anak terhadap orang tuanya sebenarnya sangat kompleks. Ia merupakan campuran dari bermacam- macam emosi dan dorongan yang saling bertentangan. Menjelang usia 3 tahun yaitu umur dimana hubungan dengan ibunya tidak lagi terbatas pada kebutuhan akan bantuan fisik, akan tetapi meningkat lagi pada hubungan emosi dimana ibu menjadi objek yang dicintai dan butuh akan kasih sayangnya, bahkan mengandung rasa permusuhan bercampur bangga, butuh, takut dan cinta padanya sekaligus.
Menurut Zakiah Daradjat, sebelum usia 7 tahun perasaan anak terhadap tuhan pada dasarnya negative. Ia berusaha menerima pemikiran tentang kebesaran dan kemuliaan tuhan. Sedang gambaran mereka tentang Tuhan sesuai dengan emosinya. Kepercayaan yang terus menerus tentang Tuhan, tempat dan bentuknya bukanlah karena rasa ingin tahunya, tapi didorong oleh perasaan takut dan ingin rasa aman, kecuali jika orang tua anak mendidik anak supaya mengenal sifat Tuhan yang menyenangkan. Namun pada pada masa kedua (27 tahun keatas) perasaan si anak terhadap Tuhan berganti positif (cinta dan hormat) dan hubungannya dipenuhi oleh rasa percaya dan merasa aman.
3. Tahap Perkembangan Beragama Pada Anak
Sejalan dengan kecerdasannya, perkembangan jiwa beragama pada anak dapat dibagi menjadi tiga bagian:
a)      The Fairly Tale Stage (Tingkat Dongeng)
Pada tahap ini anak yang berumur 3 – 6 tahun, konsep mengeanai Tuhan banyak dipengaruhi oleh fantasi dan emosi, sehingga dalam menanggapi agama anak masih menggunakan konsep fantastis yang diliputi oelh dongeng- dongeng yang kurang masuk akal. Cerita akan Nabi akan dikhayalkan seperti yang ada dalam dongeng- dongeng.
Pada usia ini, perhatian anak lebih tertuju pada para pemuka agama dari pada isi ajarannya dan cerita akan lebih menarik jika berhubungan dengan masa anak-anak karena sesuai dengan jiwa kekanak- kanakannya. Dengan caranya sendiri anak mengungkapkan pandangan teologisnya, pernyataan dan ungkapannya tentang Tuhan lebih bernada individual, emosional dan spontan tapi penuh arti teologis.
b)      The Realistic Stage (Tingkat Kepercayaan)
Pada tingkat ini pemikiran anak tentang Tuhan sebagai bapak beralih pada Tuhan sebagai pencipta. Hubungan dengan Tuhan yang pada awalnya terbatas pada emosi berubah pada hubungan dengan menggunakan pikiran atau logika.
Pada tahap ini teradapat satu hal yang perlu digaris bawahi bahwa anak pada usia 7 tahun dipandang sebagai permulaan pertumbuhan logis, sehingga wajarlah bila anak harus diberi pelajaran dan dibiasakan melakukan shalat pada usia dini dan dipukul bila melanggarnya.
c)       The Individual Stage (Tingkat Individu)
Pada tingkat ini anak telah memiliki kepekaan emosi yang tinggi, sejalan dengan perkembangan usia mereka. Konsep keagamaan yang diindividualistik ini terbagi menjadi tiga golongan:
  • Konsep ketuhanan yang konvensional dan konservatif dengan dipengaruhi sebagian kecil fantasi.
  • Konsep ketuhanan yang lebih murni, dinyatakan dengan pandangan yang bersifat personal (perorangan).
  • Konsep ketuhanan yang bersifat humanistik, yaitu agama telah menjadi etos humanis dalam diri mereka dalam menghayati ajaran agama.
Berkaitan dengan masalah ini, Imam Bawani membagi fase perkembangan agama pada masa anak menjadi empat bagian, yaitu:
a. Fase dalam kandungan
Untuk memahami perkembangan agama pada masa ini sangatlah sulit, apalagi yang berhubungan dengan psikis ruhani. Meski demikian perlu dicatat bahwa perkembangan agama bermula sejak Allah meniupkan ruh pada bayi, tepatnya ketika terjadinya perjanjian manusia atas tuhannya,
b. Fase bayi
Pada fase kedua ini juga belum banyak diketahui perkembangan agama pada seorang anak. Namun isyarat pengenalan ajaran agama banyak ditemukan dalam hadis, seperti memperdengarkan adzan dan iqamah saat kelahiran anak.
c. Fase kanak- kanak
Masa ketiga tersebut merupakan saat yang tepat untuk menanamkan nilai keagamaan. Pada fase ini anak sudah mulai bergaul dengan dunia luar. Banyak hal yang ia saksikan ketika berhubungan dengan orang-orang orang disekelilingnya. Dalam pergaulan inilah ia mengenal Tuhan melalui ucapan- ucapan orang disekelilingnya. Ia melihat perilaku orang yang mengungkapkan rasa kagumnya pada Tuhan. Anak pada usia kanak- kanak belum mempunyai pemahaman dalam melaksanakan ajaran Islam, akan tetapi disinilah peran orang tua dalam memperkenalkan dan membiasakan anak dalam melakukan tindakan- tindakan agama sekalipun sifatnya hanya meniru.
d. Masa anak sekolah
Seiring dengan perkembangan aspek- aspek jiwa lainnya, perkembangan agama juga menunjukkan perkembangan yang semakin realistis. Hal ini berkaitan dengan perkembangan intelektualitasnya yang semakin berkembang.
4. Sifat agama pada anak
Sifat keagamaan pada anak dapat dibagi menjadi enam bagian:
a. Unreflective (kurang mendalam/ tanpa kritik)
Kebenaran yang mereka terima tidak begitu mendalam, cukup sekedarnya saja. Dan mereka merasa puas dengan keterangan yang kadang- kadang kurang masuk akal. Menurut penelitian, pikiran kritis baru muncul pada anak berusia 12 tahun, sejalan dengan perkembangan moral.
b. Egosentris
Sifat egosentris ini berdasarkan hasil ppenelitian Piaget tentang bahasa pada anak berusia 3 – 7 tahun. Dalam hal ini, berbicara bagi anak-anak tidak mempunyai arti seperti orang dewasa.
Pada usia 7 – 9 tahun, doa secara khusus dihubungkan dengan kegiatan atau gerak- gerik tertentu, tetapi amat konkret dan pribadi. Pada usia 9 – 12 tahun ide tentang doa sebagai komunikasi antara anak dengan ilahi mulai tampak. Setelah itu barulah isi doa beralih dari keinginan egosentris menuju masalah yang tertuju pada orang lain yang bersifat etis.
c. Anthromorphis
Konsep anak mengenai ketuhanan pada umumnya berasal dari pengalamannya. Dikala ia berhubungan dengan orang lain, pertanyaan anak mengenai (bagaimana) dan (mengapa) biasanya mencerminkan usaha mereka untuk menghubungkan penjelasan religius yang abstrak dengan dunia pengalaman mereka yang bersifat subjektif dan konkret.
d. Verbalis dan Ritualis
Kehidupan agama pada anak sebagian besar tumbuh dari sebab ucapan (verbal). Mereka menghafal secara verbal kalimat- kalimat keagamaan dan mengerjakan amaliah yang mereka laksanakan berdasarkan pengalaman mereka menurut tuntunan yang diajarkan pada mereka. Shalat dan doa yang menarik bagi mereka adalah yang mengandung gerak dan biasa dilakukan (tidak asing baginya).
e. Imitatif
Tindak keagamaan yang dilakukan oleh anak pada dasarnya diperoleh dengan meniru. Dalam hal ini orang tua memegang peranan penting.
Pendidikan sikap religius anak pada dasarnya tidak berbentuk pengajaran, akan tetapi berupa teladan
f. Rasa heran
Rasa heran dan kagum merupakan tanda dan sifat keagamaan pada anak. Berbeda dengan rasa heran pada orang dewasa, rasa heran pada anak belum kritis dan kreatif. Mereka hanya kagum pada keindahan lahiriah saja. Untuk itu perlu diberi pengertian dan penjelasan pada mereka sesuai dengan tingkat perkembangan pemikirannya. Dalam hal ini orang tua dan guru agama mempunyai peranan yang sangat penting.

E. PERKEMBANGAN SOSIAL
Menurut keyakinan tradisional sebagian manusia dilajirkan dengan sifat social dansebagian tidak. Orang yang lebih banyak merenungi diri sendiri daripada bersama-sama  dengan orang lain, atau mereka yang bersifat social pikirannya lebih banyak tertuju pada hal-hal diluar dirinya, secara ‘alamiah’ memang sudah bersifat demikian, atau karena factor keturunan. Juga orang yang menentang masyarakat yaitu orang yang anti social.
1). Mulainya Perilaku Sosial
Pada waktu lahir, bayi tidak suka bergaul dengan orang lain. Selama kebutuhan fisik mereka terpenuhi, mereka tidak mempunyai minat terhadap orang lain. Pada vulan pertama atau kedua sejak bayai dilahirkan, mereka semata-mata bereaksi terhadap rangsangan dilingkungan mereka, terlepas dari apakah asal rangsangan itu manusia atau benda, sebagai contoh, mereka tidak dapat membedakan dengan jelas antara suara manusia dan suara lainnya.
Sosialisasi dalam bentuk perilaku yang suka bergaul dimulai pada bulan ketiga, tatkala bayidapat membedakan antaramanusia dan benda dilingkungan mereka dan mereka bereaksi secara berbeda terhadap keduanya. Pada saat itu otot mereka cukup kuat dan terkoordinasi sehingga memunginkan untuk menatap orang atau benda dan mengikuti gerak orang ataubenda tersebut, dan melihat sasaran itu dengan jelas. Pendengaran mereka juga cukup berkembang sehingga memungkinkan mereka mengenal suara. Akibat dari perkembangan ini, ditinjau dari sudut kematangan, mereka telah siap untuk belajar bermasyarakat.
2). Reaksi Terhadap Orang Deewasa
Reaksi social pertama bayi adalah terhadap orang dewasa karena, secara normal, orang dewasa merupakan hubungan social pertama bayi. Pada masa bayi menginjak usia tiga bulan, mereka memalingkan muka kearah suara maa dan tersenyum membalas senyuman atau berketuk. Bayi mengeksperesikan kegembiraan terhadap kehadiran orang lain dengan tersenyum, menyepakkan kaki, atau melambaikan tangan. Senyuman social, atau senyuman sebagai reaksi terhadap orang yang dibedakan dari senyuman reflek yang timbul olehrabaan pada pipi atau bibir bayi, dipandang sebagai awal perkembangan social.
Pada bulan ketiga, bayi menangis ketika ditinggalkan sendiriran dan mereka berhenti menangis jika diajak berbicara atau dialihkan perhatiannya dengan suara gemerincing atau bunyi alat lainnya. Bayi mengenal ibunya dan orang-orang dekat lainnya dan menunjukkan rasa takut terhadap  orang dewasa yang dikenal dengan menangis atau memalingkan muka.
Pada bulan keempat, bayi melakukan penyesuaian pendahuluan kalau akan diangkat, memperlihatkan perhatian yang selektif terhadap wajah orang, melihat ke arah orang yang meninggalkannya, tersenyum kepada seseorang yang berbicara dengannya, memperlihatkan kegembiraan terhadap perhatian pribadi, dan tertawa bila diajak bermain,
Dari umur lima sampai enam bulan, bayi bereaksi secara berbeda kepada senyuman dan omelan, dan dapat membedakan antara suara yang ramah dan suara yang bernada marah. Bayi mmengenal orang yang sudah akrab dengan tersenyum, daakutan  memperlihatkan ekspresi ketakutan yang jelas terhdap kehadiran orang yang tidak dikenal. Padausia enam bulan, gerak social mereka semakin agresif. Sebagai contoh, bayi menarik rambut orang yang membopongnya, mencekau  hidung dan kacamatanya, dan meraba wajah orang tersebut.
Pada umur tujuh ata Sembilan bulan, bayi berusaha menirukan suara pembicaraan dan juga menirukan perbuatan dan isyarat yang sederhana. Pada umur 12bulan, mereka dapat menahan diri untuk melakukan sesuatu sebagai reaksi atas kata-kata, “jangan-jangan!”. Mereka memperlihatkan ketakutan dan ketidaksukaan kepada orang yang tidak dikenal dengan menghindar dan menangis jika ada orang yang tidak dikenal mendekati mereka. Dari umur 15bulan, bayi memperlihatkan minat yang semakin bertambah terhadap orang dewasa dan keinginan yang kuat untuk berada bersama atau menirukan mereka. Pada umur dua tahun, merekadapaat bekerja sama dengan orang dewasa dalam sejumlah aktivitas sederhana, seperti membantu ketika dimandikan atau dikenakan baju.
Dengan demikian, jelas bahwa dalam jangka waktu yang relative pendek bayi berubah dari anggota kelompok yang pasif, yang menerima perhatian lebih banyak dan memberikan sedikit sebagai balasannya,menjadi anggota ynag aktif yang memprakarsai hubungan social dan berpartisipasi dalam aktivitas keluarga. Mereka telah melewati masa tidak suka bergaul dan tahap social dalam pola perkembangan.
3). Reaksi Terhadap Bayi Lain
Petunjuk pertama yang nyata bahwa bayi memperhatikan bayi lain terjadi antara umur empat dan lima bulan ketika mereka tersenyum kepada bayi lain atau memperlihatkan perhatian pada tangis bayi lain. Hubungan yang ramah diantara bayi biasanya mulai antara umur enam bulan dan delapan bulan yang mencakup melihat, dan meraba bayi lain. Usaha yang seringkali menimbulkan perkelahian. Antara umur Sembilan dan 13 bulan, bayi menyelidiki bayi lain dengan cara menarik rambut atau bajunya, menirukan perilaku dan suara bayi lain, dan untuk pertama alinya memperlihatkan kerja sama dalam penggunaan mainan. Jika sebuah mainandiambil oleh bayi lain, biasanya bayi menjadi marah, berkelahi, dan menangis.
Reaksi social terhadap bayi lain dan anakanak berkembang pesatpada umur dua tahun. Pada umur 12 dan 13 bulan, bayi tersenyum dan tertawa menirukan bayi lain atau anak-anak. Minat mereka berpindah dari mainan ke bayi lain atau anak-anak, perkelahian berkurang dan pada waktu bermain mereka lebih banyak bekerja sama. Pada pertengahan akhir tahun kedua, bayi memandang mainan sebagai alat untuk membina hubungan social. Mereka bekerjasama dengan teman bermain, mengubah perilaku untuk menyesuaikan diri dengan aktivitas ke teman bermain, dan melibatkan diri dalam permainan yang sederhana dengan anak-anak kecil atau anak-anak yang lebih tua.
4). Perkembangan Sosial Pada Masa Awal Kanak-Kanak
Dari umur dua sampai enam tahun, anak belajar melakukan hubungan social dan bergaul dengan orang-orang di luar lingkungan rumah, terutama dengan anak-anak yang umurnya sebaya. Mereka belajar menyesuaikan diri dan bekerja sama dalam kegiatan bermain. Studi lanjutan tentang kelompok anak melaporkan bahwa sikap dan perilaku social yang terbentuk pada usia dini biasanya menetap dan hanya mengalami perubahan sedikit.
Masa kanak-kanak awal sering disebut “usia pragang” (pregang age). Pada masa ini sejumlah hubungan yang dilakukan anak dengan anak-anak lain meningkat dan ini sebagian menentukan bagaimana gerak maju perkembangan social mereka. Anak-anak yang mengikuti pendidikan prasekolah, misalnya pendidikan untuk anak sebelum taman kanak-kanak (nursery school), pusat pengasuhan anak pada siang hari (day care center), atau taman kanak-kanak (kindergarden), biasanya mempunyai sejumlah besar hubungan social yang telah ditentukan dengan anak-anak yang umurnya sebaya. Anak yang mengikuti pendidikan prasekolah melakukan penyesuain social yang lebih baik dibandingkan dengan anak-anak yang tidak mengikuti pendidikan prasekolah. Alasannya adalah mereka dipersiapkan secara lebih baik untuk melakukan partisipasi yang aktif dalam kelompok disbanding dengan anak-anak yang aktivitas sosialnya terbatas dengan anggota keluarga dan anak-anak dari lingkungan tetangga terdekat.
Salah satu diantara sejumlah keuntungan pendidikan prasekolah adalah bahwa pusat pendidikan tersebut memberikan pengalaman social dibawah bimbingan para guru yang terlatih yang membantu mengembangkan hubungan yang menyenangkan dan berusaha agar anak-anak tidak mendapat perlakuan yang mungkin menyebabkan mereka menghindari hubungan social. Akibatnya, semua reaksi negative kepada anak lain berkurang. Walaupun demikian, reaksi negative kepada guru kadang-kadang meningkat sedikit setelah anak lebih suka bergaul dengan teman sebaya daripada dengan orang dewasa.
Setiap tahun berganti, anak kecil semakin kurang menggunakan waktunya dengan orang dewasa dan hanya memperoleh kesenangan sedikit dari pergaulan dengan orang dewasa. Pada saat yang sama,  minat mereka terhadap teman sepermainan yang berusia sebaya semakin bertambah dan kesenangan yang mereka peroleh dari pergaulan ini semakin kuat. Dengan berkembangnya keinginan terhadap kebebasan, anak-anak mulai melawan otoritas orang dewasa.
Walaupun ingin mandiri, anak-anak masih berusaha memperoleh perhatian dan penerimaan dari orang dewasa. Jika mereka telah memperoleh kepuasan dari perilaku kelekatan pada masa kanak-kanak, mereka akan terus berusaha membina hubungan yang bersahabat dengan orang dewasa, terutama anggota keluarga.
5). Hubungan Dengan Anak Lain
Sebelum usia dua tahun, anak kecil terlibat dalam permainan searah. Meskipun dua atau tiga orang anak bermaindidalam ruangan yang sama dan dengan jenis mainan yang sama, interaksi social yang terjadi sangat sedikit. Hubungan mereka terutama terdiri atas meniru atau mengamati satu sama lain atau berusaha mengambil mainan anak lain.
Sejak umur tiga atau empat tahun, anak-anak mulai bermain bersma dalam kelompok, berbicara satu sama lain pada saat bermain, dan memilih dari anak-anak yang hadir siapa yang akan dipilih untuk bermain bersama. Perilaku yang umum dari kelompok ini ialah mengamati satu sama lain, melakukan percakapan, dan memberikan saran lisan.
Studi terhadap anak-anak dalam masa prasekolah telah membuktikan bahwa dengan semakin meningkatnya usia anak, pendekatan yang ramah meningkat dan interaksi permainan semakin berkurang. Tahun demi tahun anak laki-laki semakin melakukan pendekatan yang ramah tetapi juga semakin melakukan pendekatan yang bermusuhan dengan anak lain.
6). Perkembangan Sosial Pada Masa Kanak-Kanak Akhir
Setelah anak memasuki sekolah dan melakukan hubungan yang lebih banyak dengan anak laindibandingakan degan ketika masa prasekolah, minat pada kegiatan keluarga berkurang. Pada saat yang sama permainan yang bersifat individual menggantikan permainan kelompok. Karena permainan kelompok membutuhkan sejumlah teman bermain, lingkungan pergaulan social anak yang lebih tua secara bertahap bertambah luas. Dengan berubahnya minat bermain, keinginan untuk bergaul dengan dan untuk diterima oleh anak-anak diluar rumah bertambah.
Pada waktu mulai sekolah, anak memasuki “usia gang”, yaitu usia yang pada saat itu kesadaran social berkembang pesat. Menjadi pribadi yang social merupakan salah satu tugas perkembangan yang utama dalam periode ini. Anak menjadi anggota suatu kelompok teman sebaya yang secara bertahap menggantikan keluarga dalam mempengaruhi perilaku. Kelompok teman sebaya didefinisikan oleh Havighurst sebagai suatu “kumpulan orang yang kurang lebih berusia sama yang berfikir dan bertindak bersama-sama”.
Pada masa transisi dari usia pragag masa kanak-kanak akhir, anak beralih dari satu kelompok kekelompok lain atau dari aktivitas kelompk ke aktivitas individual. Tahap “kelompok yang tidak tetap” menjembatani celah antara usia pragang dan usia gang. Kelompok bermain informal pada masa sekolah awal hanya terdiri atas dua atau tiga anak. Kelompok itu dibentuk untuk melakukan suatu aktivitas bermain yang spesifik dan karenanya bersifat sementara. Aktivitas itu sendiri, yang bukan merupakan persahabatan, merupakan dasar bagi pengorganisasian kelompok. Didalam kelompok, kepemimpinan beralih dari anak yang satu ke anak yang lain, tergantung pada anak mana yang mengambil inisiatif dalam suatu aktivitass tertentu. Pertengkaran singkat banyak terjadi, tetapi hal ini tidak menimbulkan pengaruh yang permanent terhadap susunan kelompok.
F. PERKEMBANGAN EMOSI
1. Pola Perkembangan Emosi
Kemampuan untuk bereaksi secara emosional sudah ada pada bayi yang baru lahir. Gejala pertama perilaku emosional adalah keterangsangan umum terhadap stimulasi yang kuat. Keterangsangan yang berlebih-lebihan ini tercermin dalam aktivitas yang banyak pada bayi yang baru lahir. Meskipun demikian, pada saat bayi lahir, bayi tidak memperlihatkan reaksi yang secara jelas dapat dinyatakan sebagai keadaan emosional yang spesifik.
Seringkali sebelum lewatnya periode neonate, keterangsangan umum pada bayi yang baru lahir dapat dibedakan menjadi reaksi yang sederhana yang mengesankan tentang kesenangan dan ketidaksenangan. Reaksi yang tidak menyenangkan dapat diperoleh dengan cara mengubah posisi secara tiba-tiba, sekonyong-konyong membuat suara keras, merintangi gerakan bayi, membiarkan bayi mengenakan popok yang basah, dan menempelkan sesuatu yang dingin pada kulitnya. Rangsangan semacam itu menyebabkan timbulnya tangisan dan aktivitas besar. Sebaliknya, reaksi yang menyenangkan tampak jelas tatkala bayi menetek. Reaksi semacam itu juga dapat diperoleh dengan cara mengayun-ayunkannya, menepuk-nepuknya, memberikan kehangatan, dan membopongnya dengan mesra. Rasa senang pada bayi dapat terlihat dari relaksasi yang menyeluruh pada tubuhnya, dan dari suara yang menyenangkan berupa mendekut dan mendeguk.
Bahkan sebelum bayi berusia satu tahun, ekspresi emosional diketahui serupa dengan ekspresi pada orang dewasa. Lebih jauh lagi, bayi menunjukkan berbagai macam reaksi emosional yang semakin banyak, antara lain kegembiraan, kemarahan, ketakutan, dan kebahagiaan. Reaksi ini dapat ditimbulkan dengan cara memberikan berbagai macam rangsangan yang meliputi manusia serta objek dan situasi yang tidak efektif bagi bayi ynag lebih muda.
Bukan hanya pola emosi umum yang mengikuti alur yang dapat diramalkan, tetapi pola dari berbagai macam emosi juga dapat diramalkan. Sebagai contoh, reaksi ledakan marah (temper tantrums) mencapai puncaknya pada usia antara dua dan empat tahun, dan kemudian diganti dengan pola ekspresi yang lebih matang, seperti cemberut dan sikap Bengal.
2. Variasi dalam Pola Perkembangan Emosi
Terdapat variasi dari segi frekuensi, intesitas serta jangka waktu dari berbagai macam emosi, dan juga usia pemunculannya. Variasi ini sudah mulai terlihat sebelum masa bayi berakhir dan semakin sering terjadi dan lebih menyolok dengan meningkatnya usia kanak-kanak.
Dengan meningkatnya usia anak, semua emosi diekspresikan secara lebih lunak karena mereka harus mempelajari reaksi orang lain terhadap luapan emosi yang berlenihan, sekalipun emosi itu berupa kegembiraan atau emosi yang menyenangkan lainnya. Selain itu, karena anak-anak mengekang sebagian emosi mereka, emosi cenderung bertahan lebih lamadaipada dengan jika emosi itu diekspresikan secara lebih kuat.
Variasi itu disebabkan oleh keadaan fisik anak pada saat itu dan taraf intelektualnya, dan sebagian lagi disebabkan oleh kondisi lingkungan. Anak yang sehat cenderung kurang emosional, dibandingkan dengan anak yang kurang sehat. Sedangkan ditinjau sebagai suatu kelompok, anak-anak yang pandai bereaksi lebih emosional terhadap berbagai rangsangan dibandingkan dengan anak-anak yang kurang pandai.  Mereka juga cenderung lebih mampu mengendalikan ekspresi emosi.
Variasi dipengaruhi oleh reaksi social terhadap perilaku emosional. Apabila reaksi social ini tidak menyenangkan, misalnya pada rasa takut atau cemburu, emosi tersebut akan jarang tampak dan terwujud dalam bentuk yang lebih terkendali dibandingkan dengan apabila reaksi social yang mereka terima menyenangkan.
Keberhasilan emosi yang memenuhi kebutuhan anak mempengaruhi variasi pola emosi. Jika ledakan marah berhasil memenuhi kebutuhan anak akan perhatian dan memberikanapa yang mereka inginkan. Mereka tidak hanya akan terus menggunakan perilaku tersebut untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
Ditinjau sebagai suatu kelompok, anak laki-laki lebih sering dan lebih kuat mengekspresikan emosi yang sesuai dengan jenis kelamin mereka, misalnya marah, dibandingkan dengan emosi yang dianggap lebih sesuai bagi perempuan, misalnya takut, cemas, dan kasihsayang. Rasa cemburu dan marah lebih umum terdapat dikalangan keluarga besar sedangkan rasa iri lebih umum terdapat dikalangan keluarga kecil. Rasa cemburu dan ledakan marah juga lebih umum dan lebih kuat dikalangan anak pertama dibandingkan dengan anak yang lahir kemudian dalam keluarga yang sama.
Cara mendidik anak yang otoriter mendorong perkembangan rasa cemas dan takut sedangkan cara mendidik yang (serba membolehkan) permisif atau demokratis mendorong berkembangnya semangat dan rasa kasih saying. Anak-anak yang berasal dari keluarga yang berstatus social rendah cenderung lebih mengembangkan rasa takut dan cemas dibandingkandengan mereka yang berasal dari keluarga yang berstatus social tinggi.
Ciri Khas Penampilan Emosi Anak
  • Emosi yang kuat
  • Emosi sering kali tampak
  • Emosi bersifat sementara
  • Reaksi mencerminkan individualitas
  • Emosi berubah kekuatannya
  • Emosi dapat diketahui melalui gejala perilaku
3. Pola Emosi yang Umum
Beberapa bulan setelah bayi lahir, muncul berbagai macam pola emosi. Pola yang paling umum, rangsangan yang membangkitkan emosi dan reaksi yang khas dari setiap pola dibawah ini, antara lain;
  • Rasa Takut
Rangsangan yang umumnya menimbulkan rasa takut pada masa bayi ialah suara yang keras, binatang, kamar yang gelap, tempat yang tinggi, berada seorang diri, rasa sakit, orangyang tak dikenal, tempat dan obyek yang tidak dikenal.
Anak kecil lebih takut kepada benda-benda dibandingkan dengan bayi atau anak yang lebih tua. Usia antara dua sampai enam tahun merupakan masa puncak bagi rasa takut yang khas didalam pola perkembangan yang normal. Alasannya karena anak kecil lebih mampu mengenal bahaya dibandingkan dengan bayi, tetapi kurangnya pengalaman menyebabkan mereka kurang mampu mengenal apakah suatu bahay merupakan ancaman pribadi atau tidak.
Dikalangan anak-anak yang lebih tua, rasa takut terpusat pada bahaya yang fantastis, adikodrati (supernatural), dan samara-samar pada gelap dan mahluk imajinatif yang diasosiasikan dengan gelap, pada kematian atau luka, pada berbagai elemen terutama guntur dan kilat, serta karakter dalam dongeng, film, buku, komik, dan televisi. Anak yang lebih tua mempunyai berbagai ketakutan yang berhubungan dengan diri atau status, mereka takut gagal, takut dicemoohkan, dan takut “berbeda” dari anak lain.
  • Rasa Malu
Merupakan bentuk ketakutan yang ditandai oleh penarikan diri dari hubungan dengan orang lain yang tidak dikenal atau tidak sering berjumpa. Rasa malu selalu ditimbulkan oleh manusia, bukan oleh binatangatau situasi. Studi terhadap bayi telah menunjukkan bahwa selama pertengahan tahun pertama kehidupan, rasa malu merupakan reaksi yang hamper universal terhadap orang yang tidak dikenalatau orang yang sudah dikenal tetapi memakai baju atau tata rambut yang tidak seperti biasanya. Ketakutan terhadap orang yang tidak dikenal yang menimbulkan rasa malu tampak pada perubahan sikap bayi setelah mereka menjadi terbiasa mengenal kembali orang yang tadinya sudah dikenal. Kemudian, umumnya bayi berhenti menangis dan bereaksi dengan ramah. Rasa malu dengan kehadiran orang yang tidak dikenal sangat umum pada tingkat usia ini sehingga tingkat usia ini sering disebut sebagai “usia yang tidak dikenal” (the strange age) atau “periode ketakutan yang infantile”.
Pada bayi, reaksi yang umum terhadap rasa malu ialah menangis, memalingkan muka, dari orang yang tidak dikenal, dan bergayut pada orang yang sudah akrab untuk berlindung. Hanya apabila mereka telah yakin bahwa tidak ada bahaya yang nyata barulah mereka mau mendekati orang yang tidak dikenal itu.
Anak yang lebih tua menunjukkan rasa malu dengan muka memerah, dengan menggagap, dengan berbicara sesedikit mungkin, dengan tingkah yang gugup sperti menarik-narik telinga atau baju, dengan menolehkan wajah kearah lain dan kemudian mengangkatnya dengan tersipu-sipu untuk menatap orag yang tidak dikenal itu. Mereka berusaha membuat diri mereka sesedikit mungkin menarik perhatian dengan cara berpakaian seperti orang lainnya dan berbicara sesedikt mungkin.

G. PERKEMBANGAN KOGNITIF
Perbedaan-perbedaan individual dalam perkembangan kognitif bayi telah dipelajari melalui penggunaan skala perkembangan atau tes intelegensi bayi. Adalah penting untuk mengetahui apakah seorang bayi berkembang pada tingkat yang lambat , normal, atau cepat. Kalau seorang bayi berkembang pada tingkat yang lambat, beberapa bentuk pengayaan cukup penting. Akan tetapi bila seorang bayi berkembang pada suatu tahapan yang lebih maju, orang tua dapat dinasehati untuk memberi mainan yang lebih “sulit” guna merangsang pertumbuhan kognitif mereka.
Dan skala mental pda perkembangan kognitif bayi meliputi pengukuran sebagai berikut :
Perhatian pendengaran dan penglihatan terhadap rangsangan yang diberikan.
Manipulasi, seperti mengkombinasikan benda-benda atau menggoyang-goyangkan
Suatu mainan yang dapat menghasilkan bunyi.
Interaksi dengan penguji,

DAFTAR PUSTAKA
Dariyo, Agoes. 2007. Psikologi Perkembangan Anak Tiga Tahun Pertama. Bandung: Retika Aditama
Hurlock, Elizabeth B. 2004. Psikologi Perkembangan Jilid 1 & 2. Jakarta: Erlangga
Kartono, Kartini. 1995. Psikologi Anak. Bandung: Mandur Maju
Santrock, Jonh W. 1995. Life-Span Development jilid 1 & 2. Jakarta: Erlangga
Yusuf, Syamsul. 1997. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: Remaja Rosdakarya
Zulkifli. 2003. Psikologi Perkembangan. Bandung: Remaja Rosdakarya
Baca selengkapnya »»  

Aspek Aspek Perkembangan Anak

BAB I
PENDAHULUAN

  1. A.   Latar Belakang
Perkembangan yang terjadi pada anak meliputi segala aspek kehidupan yang mereka jalani baik bersifat fisik maupun non fisik. Perkembanmgan berarti serangkaian perubahan progresif yang terjadi sebagai akibat dari proses kematangan dan pengalaman.
Perkembangan adalah suatu proses perubahan, yaitu perubahan dari suatu keadaan menjadi keadaan yang lain, dan ini terjadi pada diri seseorang secara terus-menerus sepanjang hayatnya. Perkembangan meliputi perkembangan fisik dan non fisik. Beberapa teori perkembangan manusia telah mengungkapkan bahwa manusia telah tumbuh dan berkembang dari masa bayi kemasa dewasa melalui beberapa langkah jenjang. Dalam perjalanan hidupnya menjadi dewasa, perkembangan ruhani tidak lepas dari pengaruh keturunan dan pengaruh dunia lingkungan tempat seseorang hidup dan dibesarkan.[1]
Setiap fenomena/gejala perkembangan anak merupakan produk dari kerja sama dan pengaruh timbal balik antara potensi alitas hereditas dengan faktor-faktor lingkungan, jelasnya perkembangan merupakan produk dari : 1) pertumbuhan berkat pematangan fungsi-fungsi fisik, 2) pematangan fungsi-fungsi psikis, 3) usaha belajar oleh anak, dalam mencoba segenap potensialitas rohani dan jasmaniah.
Perkembangan itu bukan proses yang selalu digerakkan oleh faktor atau pengaruh dari luar (di luar individu anak). Akan tetapi setiap gejala perkembangan dikendalikan dan diberi corak tertentu oleh pembawaan bakat dan kemauan anak. Jiwa anak yang dinamis memberikan kekuatan atau daya dan corak tertentu. Pada segala tingkah lakunya, dan mendorong fase-fase perkembangan. Juga ada impuls bawaan yang menghidupkan setiap mekanisme proses jasmaniah rohaniah untuk terus berfungsi.
Berdasarkan hal di atas, maka penulis merasa tertarik untuk membahas tentang teori dan aspek-aspek perkembangan anak.

  1. B.   Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalahnya adalah :
  1. Apa sajakah teori perkembangan anak ?
  2. Apakah aspek – aspek perkembangan anak ?
  3. C.   Tujuan
Penulisan makalah ini bertujuan untuk mengetahui teori dan aspek – aspek perkembangan anak.

BAB II
PEMBAHASAN


  1. A.                Pengertian Pertumbuhan dan Perkembangan
Anak memiliki suatu ciri yang khas yaitu selalu tumbuh dan berkembang sejak konsepsi sampai berakhirnya masa remaja. Hal ini yang membedakan anak dengan dewasa. Anak bukan dewasa kecil. Anak menunjukkan ciri-ciri pertumbuhan dan perkembangan yang sesuai dengan usianya.
Pertumbuhan adalah bertambahnya ukuran dan jumlah sel serta jaringan interselular, berarti bertambahnya ukuran fisik dan struktur tubuh sebagian atau keseluruhan, sehingga dapat diukur dengan satuan panjang dan berat. Perkembangan adalah bertambahnya struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam kemampuan gerak kasar, gerak halus, bicara dan bahasa serta sosialisasi dan kemandirian. Pertumbuhan terjadi secara simultan dengan perkembangan. Berbeda dengan pertumbuhan, perkembangan merupakan hasil interaksi kematangan susunan saraf pusat dengan organ yang dipengaruhinya, misalnya perkembangan system neuromuskuler, kemampuan bicara, emosi dan sosialisasi. Kesemua fungsi tersebut berperan penting dalam kehidupan manusia yang utuh.
Proses tumbuh kembang anak mempunyai beberapa ciri-ciri yang saling berkaitan. Ciri-ciri tersebut adalah sebagai berikut:
1). Perkembangan menimbulkan perubahan.
Perkembangan terjadi bersamaan dengan pertumbuhan. Setiap pertumbuhan disertai dengan perubahan fungsi. Misalnya perkembangan intelegensia pada seorang anak akan menyertai pertumbuhan otak dan serabut saraf.

2). Pertumbuhan dan perkembangan pada tahap awal menentukan perkembangan selanjutnya.
Setiap anak tidak akan bisa melewati satu tahap perkembangan sebelum ia melewati tahapan sebelumnya. Sebagai contoh, seorang anak tidak akan bisa berjalan sebelum ia bisa berdiri. Seorang anak tidak akan bisa berdiri jika pertumbuhan kaki dan bagian tubuh lain yang terkait dengan fungsi berdiri anak terhambat. Karena itu perkembangan awal ini merupakan masa kritis karena akan menentukan perkembangan selanjutnya.
3). Pertumbuhan dan perkembangan mempunyai kecepatan yang berbeda.
Sebagaimana pertumbuhan, perkembangan mempunyai kecepatan yang berbeda-beda, baik dalam pertumbuhan fisik maupun perkembangan fungsi organ dan perkembangan pada masing-masing anak.
4). Perkembangan berkorelasi dengan pertumbuhan.
Pada saat pertumbuhan berlangsung cepat, perkembangan pun demikian, terjadi peningkatan mental, memori, daya nalar, asosiasi dan lain-lain. Anak sehat, bertambah umur, bertambah berat dan tinggi badannya serta bertambah kepandaiannya.
5). Perkembangan mempunyai pola yang tetap.
Perkembangan fungsi organ tubuh terjadi menurut dua hukum yang tetap, yaitu:
  1. Perkembangan terjadi lebih dahulu di daerah kepala, kemudian menuju ke arah kaudal/anggota tubuh (pola sefalokaudal).
  2. Perkembangan terjadi lebih dahulu di daerah proksimal (gerak kasar) lalu berkembang ke bagian distal seperti jari-jari yang mempunyai kemampuan gerak halus (pola proksimodistal).



6). Perkembangan memiliki tahap yang berurutan.
Tahap perkembangan seorang anak mengikuti pola yang teratur dan berurutan. Tahap-tahap tersebut tidak bisa terjadi terbalik, misalnya anak terlebih dahulu mampu membuat lingkaran sebelum mampu membuat gambar kotak, anak mampu berdiri sebelum berjalan dan sebagainya.
Proses tumbuh kembang anak juga mempunyai prinsip-prinsip yang saling berkaitan. Prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai berikut:
  • Perkembangan merupakan hasil proses kematangan dan belajar.
Kematangan merupakan proses intrinsik yang terjadi dengan sendirinya, sesuai dengan potensi yang ada pada individu. Belajar merupakan perkembangan yang berasal dari latihan dan usaha. Melalui belajar, anak memperoleh kemampuan menggunakan sumber yang diwariskan dan potensi yang dimiliki anak.
  • Pola perkembangan dapat diramalkan.
Terdapat persamaan pola perkembangan bagi semua anak. Dengan demikian perkembangan seorang anak dapat diramalkan. Perkembangan berlangsung dari tahapan umum ke tahapan spesifik, dan terjadi berkesinambungan.
  1. B.                 Teori dalam Perkembangan Anak
Dalam Pembahasan mengenai Perkembangan anak ini, disini akan dibahas beberapa diantaranya, antara lain :
  1. a.   Perkembangan Psikoseksual ( Freud)
Freud mengemukakan bahma perkembangan psikoseksual anak terdiri  atas :
  1. Fase oral (0-11 bulan)
Selama masa bayi, sumber kesenangan anak berpusat pada aktifitas oral : mengisap, mengigit, mengunyah, dan mengucap serta  ketergantungan yang sangat tinggi dan selalu minta dilindungi untuk mendapatkan rasa aman.
  1. Fase anal (1-3 tahun)
Kehidupan anak berpusat pada kesenangan anak terhadap dirinya sendiri, sangat egoistik, mulai mempelajari struktur tubuhnya. Pada fase ini tugas yang dapat dilaksanakan anak adalah latihan kebersihan. Anak senang menahan feses, bahkan bermain-main dengan fesesnya sesuai dengan keinginanya. Untuk itu  toilet training adalah waktu yang tepat  dilakukan dalam periode ini.
  1. Fase phalik/oedipal ( 3-6 tahun )
Kehidupan anak berpusat  pada genetalia dan area tubuh yang sensitif. Anak mulai suka pada lain jenis. Anak mulai mempelajari adanya perbedaan jenis kelamin. Anak  mulai memahami identitas gender ( anak sering meniru ibu atau bapak dalam berpakaian).
  1. Fase laten (6-12 tahun)
Kepuasan anak mulai terintegrasi, anak akan menggunakan energi fisik dan psikologis untuk mengeksplorasi  pengetahuan dan pengalamannya melalui aktifitas fisik maupun sosialnya. Pada awal fase laten ,anak perempuan lebih menyukai teman dengan jenis kelamin yang sama, demikian juga sebaliknya.
  1. Fase genital (12-18 tahun).
Kepuasan anak akan kembali bangkit dan mengarah pada perasaan cinta yang matang terhadap lawan jenis.
  1. b.      Perkembangan Psikososial ( Erik Erikson  )
    1. Percaya versus tidak percaya (0-1 tahun)
Pada tahap ini bayi sudah terbentuk rasa percaya kepada seseorang baik orang tua maupun org yang mengasuhnya ataupun perawat yang merawatnya.
  1. Tahap otonomi versus rasa malu dan ragu (1-3 tahun)
Anak sudah mulai mencoba dan mandiri dalam tugas tukem seperti dalam motorik  kasar,halus  : berjinjit , memanjat,  berbicara. Sebaliknya perasaan malu dan ragu akan timbul apabila anak merasa dirinya terlalu dilindungi  atau tidak diberikan kemamdirian atau kebebasan anak  dan menuntut tinggi harapan anak.
  1. Tahap inisiatif versus rasa bersalah (3 – 6 tahun ).
Anak akan mulai inisiatif dalam belajar mencari pengalaman baru secara aktif dalam melakukan aktifitasnya melalui kemampuan indranya. Hasil akhir yang diperoleh adalah kemampuan untuk  menghasilkan sesuatu  sebagai prestasinya. Apabila dalam tahap ini anak dilarang atau dicegah maka akan timbul rasa bersalah pada diri anak.
  1. Industry versus inferiority (6-12 tahun)
Anak akan belajar untuk bekerjasama  dan bersaing dalam kegiatan akademik maupun dalam pergaulan melalui permainan yang dilakukan bersama. Anak selalu berusaha untuk mencapai sesuatu yang diinginkan sehingga anak pada usia ini rajin dalam melakukan sesuatu. Apabila dalam tahap ini anak terlalu mendapat tuntutan dari lingkunganya dan anak tidak berhasil memenuhinya maka akan timbul rasa inferiorty ( rendah diri ). Reinforcement dari orang tua atau orang lain  menjadi begitu penting untuk menguatkan perasaan berhasil dalam melakukan sesuatu.
  1. Tahap identitas dan kerancuan peran ( 12-18 tahun)
Pada tahap ini terjadi perubahan dalam diri anak khususnya dalam fisik dan kematangan usia, perubahan hormonal, akan menunjukkan identitas dirinya seperti siapa saya kemudian. Apabila kondisi tidak sesuai dengan suasana hati maka dapat menyebabkan terjadinya kebingungan dalam peran.
  1. c.    Perkembangan Kognitif ( Piaget )
    1. Tahap sensorik – motorik (0-2 tahun)
Anak mempunyai kemampuan dalam mengasimilasi dan mengakomodasi informasi dengan cara melihat, mendengar,menyentuh dan aktifitas motorik. Semua gerakan akan diarahkan kemulut dengan merasakan keingintahuan sesuatu dari apa yang  dilihat didengar,disentuh.

  1. Tahap praoperasional ( 2-7 tahun)
Perkembangan anak masih bersifat egosentrik. Pikiran anak bersifat transduktif : menggangap semua sama , contohnya : seorang pria di keluarga adalah ayah, maka semua pria itu adalah ayah). Pikiran anak bersifat animisme : selalu memperhatikan adanya benda mati, contohnya : apabila anak terbentur benda mati maka anak akan memukulnya kearah benda tersebut.
  1. Tahap Kongkret (7-11 tahun)
Pemikiran anak meningkat atau bertambah logis dan koheren. Kemampuan berpikir anak sudah operasional, imajinatif dan dapat menggali objek  untuk memecahkan suatu masalah.
  1. Tahap operational ( 11 -15 tahun)
Anak dapat berpikir  dengan pola yang abstrak menggunakan tanda atau simbol dan menggambarkan kesimpulan yang logis. Anak dapat membuat dugaan dan mengujinya dengan pemikiran yang abstrak,teoritis dan filosofis. Pola berfikir logis membuat mereka mampu berfikir tentang apa yang orang lain juga memikirkannya dan berfikir untuk memecahkan masalah.
  1. C.    Aspek – aspek perkembangan anak
Aspek-aspek perkembangan anak meliputi: fisik, intelegensi, emosi, bahasa, sosial, kepribadian, moral, dan kesadaran beragama.
  1. 1.      Fisik
Perkembangan fisik adalah pertumbuhan dan perubahan yang terjadi pada tubuh/ badan/ jasmani seseorang. Perkembangan fisik manusia terjadi mengikuti prinsip cephalocaudal, yaitu bahwa kepala bagian atas tubuh berkembang lebih dulu sehingga bagian atas tampak lebih besar dari pada bawah. Seperti terlihat pada bayi dan anak yang memiliki bentuk tubuh atau fisik berbeda dengan orang dewasa dimana kepala mereka tampak lebih besar dengan bagian tubuh lainnya. Perkembangan badan, lengan, dan kaki pada tahap selanjutnya membuat tubuh mereka menjadi proposional seperti orang dewasa.
Perkembangan fisik seseorang juga terjadi di dalam tubuhnya dengan perkembangan otot dan tulang. Sesungguhnya jaringan-jaringan otot manusia telah ada pada saat bayi lahir. Selama masa kanak-kanak otot-tot menjadi lebih panjang dan lebih besar. Proses ini menjadi lebih cepat pada masa remaja, khususnya pada anak laki-laki.
Anak usia 4 – 6 tahun berada pada tahap perkembangan. Masa kanak-kanak awal, tahap usia ini juga bisa disebut sebagai periode pra-sekolah. Pertumbuhan fisik pada tahap usia ini tetap mengalami peningkatan akan tetapi pertumbuhan tinggi dan berat badannya melambat (tidak secepat pada masa bayi). Perbedaan jenis kelamin terlihat di antara anak laki-laki dan perempuan pada tinggi dan beratnya, berat badan dimana anak laki-laki tampak lebih tinggi dan lebih berat.
Tubuh mereka kelihatan lebih langsing dan semakin tinggi. Hal tersebut dikarenakan mereka mulai kehilangan lemak bayi, tulang dan otot berkembang lebih besar, serta pertumbuhan dada yang lebih besar dari perut. Pada usia ini proporsi tubuh semakin proposional dan mulai menyerupai orang dewasa.
Adapun tahap perkembangan fisik/ jasmani adalah sebagai berikut:
  1. Usia 3 tahun sudah mampu berjalan mundur, berjalan di atas jari kaki (berjinjit) dan berlari, mampu melempar dan menerima bola denagn kedua tangan yang diluruskan ke depann.
  2. Pada usia 3 – 4 tahun anak mulai mampu mengenal lingkaran, segi empat, segitiga, dan mencontoh berbagai bentuk.
  3. Gerakan anak prasekolah lebih terkendali dan terorganisir dalam pola-pola seperti menegakkan tubuh dalam posisi berdiri, tangan dapat berjuntai secara santai dan mampu melangkahkan tungkai kaki. Terbentuknya pola-pola tingkah laku ini memungkinkan anak untuk merespon dalam berbagai situasi.Saat anak mencapai tahapan prasekolah (3 – 6 tahun) ada ciri yang jelas berbeda antara usia bayi dan anak pra sekolah yaitu terletak dalam penampilan, proporsi tubuh, berat dan panjang badan, dan keterampilan yang mereka miliki.
  4. Usia 4 tahun anak-anak telah memiliki keterampilan yang lebih baik, mereka mmapu melambungkan bola, melompat dengan satu kaki, telah mampu menaiki tangga dengan kaki yang berganti-ganti.
  5. Pada usia 4 – 5 tahun mereka sudah mampu membuat gambar-gambar orang, bentuk gambar biasanya ditunjukkan dengan lingkaran yang besar yaitu kepala dan ditambahkan bulat kecil sebagai mata, hidung, mulut, dan telinga, kemudian ditarik garis-garis dengan maksud menggambar badan tangan dan kaki.
  6. Pada usia 5 tahun mereka mampu berlari kencang dengan gaya seperti orang dewasa, mereka meloncat dengan mempertahankan keseimbangannya.
  7. Usia 5 tahun telah mampu melompat dengan mengangkat dua kaki sdekaligus belajar melompat tali.
  8. Usia 6 tahun diharapkan anak sudah mampu melempar dengan tujuan yang tepat dan mampu mengendarai sepeda roda dua. Anak laki-laki dan perempuan sama-sama dapat berlari kencang dan mampu melempar dengan sasaran yang tepat.

  1. 2.    Intelegensi ( Kecerdasan )
K. Bluher mendefinisikan intelegensi adalah perbuatan yang disertai dengan pemahaman atau pengertian. Sedangkan menurut David Wechsler, Intelegensi adalah kemampuan individu untuk berpikir dan bertindak secara terarah serta mengolah dan menguasai lingkungan secara efektif.[2]
Intelegensi bukanlah suatu yang bersifat kebendaan melainkan suatu fiksi ilmiah untuk mendeskripsikan perilaku individu seorang anak yang berkaitan dengan kemampuan intelektual[3]. Menurut Chaplin (1975) mengartikan intelegensi sebagai kemampuan menghadapi dan menyesuaikan diri terhadap situasi baru secara cepat dan efektif. Sedangkan menurut Anita (1995) intelegensi itu meliputi tiga pengertian yaitu: a) kemampuan untuk belajar, b) keseluruhan pengetahuan yang diperoleh, dan c) kemampuan beradaptasi secara berhasil dengan situasi baru atau lingkungan pada umumnya. Dan ia juga mengemukakan bahwa intelegensi merupakan satu atau beberapa kemampuan untuk memperoleh dan menggunakan pengetahuan dalam rangka memecahkan masalah dan beradaptasi dengan lingkungan.
Binet (dalam Sumadi, 1984) menyatakan bahwa sifat intelegensi itu ada tiga macam, yaitu: a) kecerdasan untuk menetapkan dan mempertahankan tujuan tertentu, b) kemampuan untuk mengadakan penyesuaian dalam rangka mencapai tujuan tersebut, dan c) kemampuan untuk melakukan otokritik, kemampuan untuk belajar dari kesalahan yang telah dibuatnya[4].

  1. 3.    Emosi
Emosi adalah suatu keadaan perasaan yang kompleks yang disertai karakteristik kegiatan kelenjar dan motoris. Menurut Sarwono, emosi merupakan setiap keadaan pada diri seseorang yang disertai warna efektif baik pada tingkat lemah maupun pada tingkat yang luas.
Al-Ghazali mendefinisikan emosi merupakan kumpulan perasaan yang ada dalam hati manusia[5]. Jadi emosi identik dengan perasan. Perasaan gembira, sedih, takut, benci, cinta dan amarah merupakan bentuk emosi. Firman Allah yang berhubungan dengan perasaan dan emosi.
“Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya, sedang mereka berdoa kepada Rabbnya dengan rasa takut dan harap, dan mereka menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami berikan kepada mereka” (QS. 32:16)
Namun ada pendapat lain yang mendefinisikan emosi adalah reaksi yang kompleks yang mengandung aktivitas dengan derajat yang tinggi dan adanya perubahan dalam kejasmanian serta berkaitan dengan perasaan yang kuat.
Menurut Syamsu Yusuf emosi dapat dikelompokkan ke dalam dua bagian yaitu: emosi sensoris dan emosi psikis. Emosi sensoris yaitu emosi yang ditimbulkan oleh rangsangan dari luar terhadap tubuh, seperti rasa dingin, manis, sakit, lelah, kenyang dan lapar. Emosi psikis yaitu emosi yang mempunyai alasan-alasan kejiwaan, seperti: 1) perasaan intelektual, yang berhubungan dengan ruang lingkup kebenaran; (2) perasaan sosial, yaitu perasaan yang terkait dengan hubungan dengan orang lain, baik yang bersifat perorangan maupun kelompok; (3) perasaan susila, yaitu perasaan yang berhubungan dengan nilai-nilai baik dan buruk atau etika (moral); (4) perasaan keindahan, yaitu perasaan yang berhubungan dengan keindahan akan sesuatu, baik yang bersifat kebendaan maupun kerohanian; dan (5) perasaan ke-Tuhan-an, sebagai fitrah manusia sebagai makhluk Tuhan (Homo Divinas) dan makhluk beragama (Homo Religious).[6]
Canon Bard merumuskan teori tentang pengasuh fisiologis terhadap emosi, teori ini menyatakan bahwa situasi menimbulkan rangkaian pada proses syaraf. Suatu situasi yang saling mempengaruhi antara thalamus (pusat penghubung antara bagian bawah otak dengan susunan urat syaraf di suatu pihak dan alat keseimbangan atau carebellum) dengan creblar cortex (bagian otak yang terletak di dekat permukaan sebelahdalam dari tulang tengkorak, suatu bagian yang berhubungan dengan proses kerjanya pada jiwa taraf tinggi, seperti berfikir).
Aspek – aspek emosi :
Anak yang sehat emosinya mempunyai perkembangan emosi yang sehat dalam tiga aspek penting, yaitu :
  1. Aspek pengenalan dan kesadaran jenis perasaan
Anak yang sehat lebih mampu mengenali, merumuskan, bahkan menyebut nama perasaannya maupun perasaan orang lain secara tepat. Contoh perasaan positif yang dapat dibedakannya adalah gembira, bangga, murah hati, belas kasih, setia, terharu, mulia, kagum, geli, rindu dan sabar. Selain itu, anak yang sehat juga berani mengakui perasaannya yang negatif, seperti takut, marah, kecewa, iri hati, sedih, bersalah, bosan, terhina dan kesal. Pengenalan perasaan, selain menyangkut jenis perasaan, juga mencakup intensitas tentang perasaan.
  1. Aspek pengendalian dan pernyataan emosi
Anak yang sehat lebih mampu mengendalikan dan menyalurkan perasaannya. Mereka mengetahui bahwa menyatakan kemarahan dengan memukul adalah salah. Sebaliknya, mereka dapat menyatakan kemarahannya dengan mengatakan secara langsung alasan kemarahan mereka. Mereka mampu mengenali harapan orang lain akan ekspresi pperasaan mereka dan berusaha menyesuaikan diri mereka sesuai dengan harapan itu.
  1. Aspek arah dorongan emosi
Anak yang sehat dapat mengarahkan emosinya secara baik. Jika ia marah kepada orangtuanya, ia tidak mengarahkan agresinya kepada adiknya yang masih kecil. Ia tidak menghabiskan sepanjang waktunya untuk melamunkan pengalamannya yang buruk. Kesedihan tidak menenggelamkan dirinya, sebaliknya ia berusaha untuk segera bangkit dan melakukan usaha keras. Anak yang sehat memiliki target yang realistis dan berjuan untuk mencapai target itu.
Ciri – ciri emosi anak :
–          Berlangsung singkat dan berakhir tiba – tiba
–          Terlihat lebih hebat / kuat
–          Bersifat sementara / dangkal
–          Lebih sering terjadi
–          Dapat diketahui dengan jelas dari tingkah lakunya

  1. 4.    Bahasa
Bahasa merupakan kemampuan untuk berkomunikasi dengan orang lain, tercakup semua cara untuk berkomunikasi, dimana pikiran dan perasaan dinyatakan dalam bentuk lambang atau simbol untuk mengungkapkan suatu pengertian, seperti dengan menggunakan lisan, tulisan, isyarat, bilangan, lukisan, dan mimik wajah.
Bahasa sangat erat kaitannya dengan perkembangan berfikir individu, tampak dalam perkembangan bahasanya, yaitu kemampuan membentuk, pengertian menyusun pendapat, dan menarik kesimpulan.
Fungsi bahasa menurut Zulkifli (1986) antaranya : alat untuk menyatakan ekspresi, mempengaruhi orang lain, memberi nama.
Clara dan William Stern, membagi perkembangan bahasa menjadi empat masa, yaitu :
  1. Kalimat satu kata              : 1-1,5 tahun
  2. Masa Memberi Nama        : 1,5-2 tahun
  3. Masa Kalimat Tunggal      : 2-2,5 tahun
  4. Masa Kalimat Majemuk    : 2,5 tahun – seterusnya[7]
Dalam perkembangan bahasa tersebut, ada 2 tipe bahasa anak, yaitu sebagai berikut :
  1. Egosentric Speech, yaitu anak berbicara kepada dirinya sendiri ( monolog )
  2. Sosialized Speech, yang terjadi ketika berlangsung kontak antara anak dengan temannya atau dengan lingkungannya.
Perkembangan bahasa anak dipengaruhi oleh faktor – faktor kesehatan, intelegensia, status sosial ekonomi, jenis kelamin dan hubungan keluarga. Lebih jelasnya adalah sebagai berikut :
  1. Faktor kesehatan, anak yang sehat dan normal akan dengan cepat mengungkapkan rangsangan yang diterimanya dengan bahasa lisan sesuai dengan tahap perkembangannya.
  2. Intelegensi, perkembangan bahasa anak dapat dilihat dari tingkat intelegensinya. Anak yang mempunyai intelegensi normal atau di atas normal maka perkembangan bahasanya cepat.
  3. Status sosial ekonomi keluarga, beberapa studi tentang hubungan antara perkembangan bahasa dengan status sosial ekonomi keluarga menunjukkan bahwa anak yang berasal dari keluarga miskin mengalami kelambatan dalam perkembangan bahasanya dibandingkan dengan anak yang berasal dari keluarga yang lebih baik.
  4. Jenis kelamin, pada tahun pertama usia anak tidak ada perbedaan dalam vokalisasi antara anak laki – laki dengan perempuan. Namun pada usia 2 tahun, anak perempuan menunjukkan perkembangan yang lebih cepat dari anak laki – laki.
  5. Hubungan keluarga, proses pengalaman berinteraksi dan berkomunikasi dengan lingkungan keluarga turut mempengaruhi perkembangan bahasa anak.

  1. 5.        Sosial
Perkembangan sosial adalah proses belajar untuk menyesuaikan diri terhadap norma-norma kelompok, moral dan tradisi, meleburkan diri menjadi suatu kesatuan dan saling berkomunikasi dan bekerjasama.
Anak dilahirkan belum bersifat sosial, dalam arti dia belum memiliki kemampuan untuk bergaul dengan orang lain. Untuk mencapai kematangan sosial, anak harus belajar tentang cara-cara menyesuaikan diri dengan orang lain. Kemampuan ini diperoleh anak melalui berbagai kesempatan atau pengalaman bergaul dengan orang-orang di lingkungannya, baik orang tua, saudara, teman sebaya atau orang dewasa lainnya.
Perkembangan sosial anak sangat dipengaruhi oleh proses perlakuan atau bimbingan orang tua terhadap anak dalam mengenal berbagai aspek kehidupan sosial, atau norma-norma kehidupan bermasyarakat serta mendorong dan memberikan contoh kepada anaknya bagaimana menerapkan norma-norma tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Proses bimbingan orang tua ini lazim disebut sosialisasi.
Berkaitan dengan interaksi anak dengan lingkugannya, misalnya di usia setahun, anak sudah bisa bermain dengan teman – teman seusianya. Masa ini disebut masa prakelompok, dimana dasar sosial diletakkan dengan semakin meningkatnya hubungan anak dengan teman – teman sebayanya. Anak yang lebih menyukai interaksi dengan manusia daripada dengan benda akan mengembangkan pola hubungan sosial yang lebih baik di masa depan, dan biasanya menjadi lebih populer daripada anak yang interaksi sosialnya terbatas. Pada masa ini umumnya anak lebih menyukai berteman dengan sesama jenis kelamin daripada dengan lawan jenis.
Pada usia 2 – 3 tahun anak bermain dengan teman – temannya tetapi bermain sendiri, yang dikenal dengan bermain sejajar ( Havighurst, 1980 ). Kadang kalupun terjadi kontak, lebih cenderung pada perkelahian daripada kerjasama. Selanjutnya anak bermain asosiatif, yaitu anak terlibat dalam kegiatan yang menyerupai permainan anak lain. Semakin meningkat kontak sosial, anak dapat bermain kooperatif dimana masing – masing anggota kelompok saling berinteraksi.
Ada beberapa pola bermain pada anak, yaitu :
  1. Bermain dengan mainan
Pada permulaan awal masa kanak – kanak, bermain dengan mainan merupakan bentuk dominan. Seiring dengan meningkatnya kontak sosial dan sadarnya anak bahwa mainannya tidak mempunyai sifat hidup lagi maka bermain seorang diri menjadi tidak menyenangkan lagi.
  1. Drama / bermain peran
Usia tiga tahun anak mulai melakukan permainan dengan berdasarkan pengalaman, dongeng – dongeng atau film – film yang pernah dilihatnya.
  1. Konstruksi
Anak – anak membuat konstruksi dari balok, pasir, tanah liat dan lain – lain. Biasanya berdasarkan apa yang dilihatnya.
  1. Permainan
Pada usia empat tahun anak – anak lebih suka bermain dengan teman sebayanya daripada dengan orang dewasa. Bentuk permainannyapun sudah mengenal aturan.

  1. 6.        Kepribadian
Secara etimologi, kepribadian merupakan terjemahan dari bahasa Inggris ”personality”, sedangkan istilah personality secara etimologis berasal dari bahasa Latin ”person” (kedok) adan ”personare” (menembus), persona biasanya dipakai oleh para pemain sandiwara pada zaman kuno untuk memerankan suatu bentuk tingkah laku dan karakter pribadi tertentu, sedangkan ”personare” adalah bahwa para pemain sandiwara itu dengan melalui kedoknya berusaha menembus keluar untuk mengekspresikan satu bentuk gambaran manusia tertentu. Jadi, persona itu bukan pemain itu sendiri, tetapi gambaran pribadi dari tipe manusia tertentu dengan melalui kedok yang dipakainya.
Secara terminologis, menurut Mc Dougal kepribadian adalah tingkatan sifat-sifat dimana bisanya sifat yang tinggi tingkatannya mempunyai pengaruh yang menentukan. Sedangkan menurut Gordon, kepribadian adalah organisasi dinamis dalam diri individu sebagai sistem psikofisis yang menentukan caranya yang khas dalam menyesuaikan diri terhadap lingkungan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kepribadian sebagai berikut:
  1. Faktor fisik
  2. Tingkat intelegensi
  3. Keluarga
  4. Teman sebaya
  5. Kebudayaan

  1. 7.    Moral
Istilah moral berasal dari kata Latin ”mos” (moris), yang berarti adat istiadat, kebiasaan, peraturan/ nilai-nilai atau tata cara kehidupan. Sedangkan moralitas merupakan kemauan untuk menerima dan melakukan peraturan, nilai-nilai atau prinsip-prinsip moral, nilai-nilai moral itu seperti: a) seruan untuk berbuat baik untuk orang lain, memelihara ketertiban dan keamanan, memelihara kebersihan, dan memelihara berhak orang lain. b) larangan mencuri dan perbuatan-perbuatan jelek lainya.
Beberapa sikap orang tua yang perlu diperhatikan sehubungan dengan perkembangan moral anak, diantaranya sebagai berikut :
  1. Konsisten dalam mendidik anak
  2. Sikap orang tua dalam keluarga
  3. Penghayatan dan pengamalan agama yang dianut
  4. Sikap konsisten orang tua
Perkembangan moral anak dapat berlangsung melalui beberapa cara, yaitu:
  1. Pendidikan langsung, yaitu melalui penanaman pengertian tentang tingkah laku yang benar dan salah, atau baik dan buruk oleh orang tua, guru atau orang dewasa lainnya.
  2. Identifikasi, yaitu dengan cara mengidentifikasi atau meniru penampilan atau tingkah laku moral seseorang yand dekat dengan dirinya atau yang menjadi idolanya
  3. Proses coba – coba, yaitu dengan cara pengembangan tingkah laku moral secara coba – coba.

  1. 8.    Kesadaran Beragama
Salah satu kelebihan manusia sebagai makhluk Allah adalah dia dianugerahkan fitrah (perasaan dan kemmapuan) untuk mengenal Allah dan melakukan ajaran-Nya. Dalam kata lain manusia dikaruniai insting religius (naluri beragama), karena memiliki fitrah ini, kemudia manusia dijuluki sebagai ”homo devians”, yaitu makhluk yang bertuhan atau beragama.
Fitrah beragama ini merupakan disposisi (kemampuan dasar) yang mengandung kemungkinan atau berpeluang untuk berkembang. Namun mengenai arah dan kualitas perkembangan beragama anak sangat bergantung kepada proses pendidikan yang diterimanya. Perkembangan kesadaran beragama dipengaruhi oleh faktor-faktor antara lain :
  1. Faktor Internal :
    1. QS Al- ‘Araf Ayat 172
Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab: “Betul (Engkau Tuban kami), kami menjadi saksi”. (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengata-kan: “Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)”
  1. QS Ar-Rum Ayat 30
“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui “

  1. Faktor Eksternal
    1. Lingkungan keluarga
Hal ini sebagaimana yang telah dinyatakan oleh Nabi Muhammad SAW, ”setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, hanya karena orang tuanyalah, anak itu menjadi yahudi, Nasrani atau majusi”.
  1. Lingkungan Sekolah
Sekolah merupakan lembaga pendidiakn formal yang mempunyai program yang sistematis dalam melaksanakan bimbingan, pengajaran dan latihan kepada siswa sesuai dengan potensinya.
  1. Lingkungan Masyarakat
Situasi atau kondisi interaksi sosial dan sosiokultural secara potensial berpengaruh terhadap fitrah beragama atau kesadaran beragama.




BAB III
SIMPULAN DAN SARAN


  1. A.    Simpulan
Perkembangan yang terjadi pada anak meliputi segala aspek kehidupan yang mereka jalani baik bersifat fisik maupun non fisik. Perkembanmgan berarti serangkaian perubahan progresif yang terjadi sebagai akibat dari proses kematangan dan pengalaman.
Dalam Pembahasan Mengenai Perkembangan ini, banyak sekali teori-teori yang dikemukakan oleh ahli, diantaranya :
  1. Perkembangan Psikoseksual ( Freud)
  2. Perkembangan Psikososial ( Erik Erikson  )
  3. Perkembangan Kognitif ( Piaget )
Aspek-aspek perkembangan anak meliputi: fisik, intelegensi, emosi, bahasa, sosial, kepribadian, moral, dan kesadaran beragama.

  1. B.     Saran
  2. Sebagai Orangtua kita hendaknya memperhatikan segala aspek-aspek perkembangan masa anak-anak sampai dengan masa sekolah.
  3. Sebagai calon pendidik anak kita harus mengembangkan kemampuan dasar anak, diantaranya adalah kemampuan fisik, intelegensi, emosi, bahasa, sosial, kepribadian, moral, dan kesadaran beragama, supaya anak bisa mengekspresikan ide-idenya dan supaya menjadi anak yang terampil.






DAFTAR PUSTAKA

Neni Iska, Zikri, 2006. Psikologi (Pengantar Pemahaman diri dan Lingkungan). Jakarta: Kizi Brother’s.
Anastasi, Anne, Susana Urbina, 2007. Tes Psikologi (Psychological Testing ). Jakarta: PT indeks.
Al-Ghazali, 2002. Manajemen Hati ( Menuju Pintu Sa’adah Menuju Ma’rifatullah ). Surabaya: Pustaka Progresif.
Purwanto, M.Ngalim. 1990. Psikologi Pendidikan, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Suryabrata, Sumadi, 1984. Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Suyadi, 2009. Ternyata Anakku Bisa Kubuat Genius. Jogjakarta :Power Books.
Zulkifli, DRS, 1986. Psikologi Perkembangan. Bandung : Remaja Rosdakarya Offset. Cetakan 7



[1] Zulkifli, Psikologi Perkembangan 2009, 4.
[2] Zikri Neni Iska 2006. Psikologi (Pengantar Pemahaman diri dan Lingkungan).
[3] Syamsu Yusuf, 2007, hal. 106
[4] Sumadi Suryabrata. 1984, Psikologi Pendidikan
[5] Al-Ghazali, 2002. Manajemen Hati ( Membuka Pintu Sa’adah Menuju Ma’rifatullah )
[6] Sumadi Suryabrata, Psikologi Pendidikan 1984.
[7] Zulkifli, Psikologi Perkembangan, 1986
Baca selengkapnya »»